🎃 Jelaskan Sistem Pembelajaran Yang Dilaksanakan Di Pesantren

Diketahuiuntuk metode pembelajaran yang biasa dilakukan di pesantren adalah metode bandungan, sorogan dan wetonan. Sedangkan untuk metode pembelajaran hasil pembaharuan sejalan dnegan perkembangan zaman adalah metode klasikal. Adapun penjelasan metode pembelajaran di pesantren dan berbagai metode lainnya adalah: 1. Metode Sorogan

To read the full-text of this research, you can request a copy directly from the author.... Kehadiran sejumlah Pesantren Muhammadiyah sebagai salah satu model pendidikan Islam di Indonesia itu tidak terlepas dari upaya untuk memberikan solusi-alternatif atas kekurangmampuan pesantren tradisional menciptakan dan meningkatkan kemampuan para santri secara integral-holistik. Pesantren Muhammadiyah berupa memadukan kemampuan aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik para santrinya agar mereka tidak tertinggal di bidang agama maupun ilmu pengetahuan saintifik dan keterampilan hidup Tampubolon, 2019 Kuswandi, 2020. Ichwansyah Tampubolon meneliti tentang trilogi system pendidikan pesantern di Muhammadiyah. ...... Sistem Islamic Boarding School dapat dipandang sebagai rekonstruksi sistem sekolah Muhammadiyah konvensional atau berwujud "postmodernisasi sekolah-sekolah Muhammadiyah". Sementara itu, sistem takhassus Ma`had Âly, dalam tataran tertentu, merupakan wujud neo-postmodernisme Tampubolon, 2019. Anisa Rizkiani melakukan kajian tentang pengaruh sistem boarding school di Ma'had Darul Arqam Muhammadiyah Daerah Garut yang menyimpulkan bahwa pengaruh sistem boarding school terhadap pembentukan karakter peserta didik di Ma'had Darul Arqam Muhammadiyah Daerah Garut sangat tinggi Rizkiani, 2012. ...Muhibuddin MuhibuddinAsrul AsrulSefrila Manda SariHamdani HamdaniThe challenges of Islamic boarding schools in the era of globalization and modernization are changing rapidly because of the urgency of these challenges. Although the intensity and form of pesantren are not the same as one another, this reality impacts the existence of the continuity of the pesantren, the role and achievement of the goals of the pesantren, as well as the public's view of this institutionalized education. This type of research uses a qualitative approach with a case study type at the Modern Muhammadiyah Islamic Boarding School in Kuala Madu Langkat, North Sumatra. Data collection techniques through observation, interviews, and documentation, as well as using qualitative analysis techniques. The results of this study conclude that the efforts of the Modern Muhammadiyah Islamic Boarding School Kwala Madu Langkat, North Sumatra, in improving life skills are pretty reasonable, namely, by carrying out three stages, namely 1 habituation, 2 assignment, 3 training with language development programs such as giving vocabulary, muhadtsah, muhadara, as well as activities that support extracurricular activities, namely Tahfidz al-Qur'an, calligraphy, sports, sewing and so on. These three stages are carried out with the characteristics and abilities of the students who want to be developed.... Pendidikan pesantren Darul Arqom Patean merupakan pesantren Muhammadiyah bersistem Islamic boarding schools MBS dengan menggunakan pola Kulliyatul Muallimin al-Islamiyyah KMI, yaitu pola pendidikan santri selama 24 jam di dalam komplek pondok pesantren dengan berbagai kegiatan pembelajaran yang terstrukur baik yang bersifat klasikal maupun non klasikal Tampubolon, 2019. KMI di pesantren Darul Arqom Patean ditempuh selama 7 tahun, yaitu enam tahun ditempuh melalui pendidikan formal di pondok 172 Jurnal Tarbiyatuna Vol. 10 No. 2 2019 dari MTs sampai MA/SMK., dan 1 tahun merupakan masa pengabdian di luar pondok, yang dikirim ke berbagai daerah bahkan sampai ke luar jawa. ...... Pesantren al-Mu'min Tembarak merupakan pondok pesantren Muhammadiyah yang bersistem Islamic Boarding Schools Pitoyo, 2016, yang menganut pola Kulliyatul Mualimin al-Islamiyah KMI sebagaimana pola pondok modern pada umumnya. System kulliyatul Muallimin al-Islamiyah KMI adalah pola pendidikan dan pengasuhan santri selama 24 jam Tampubolon, 2019. Dan kegiatan belajar di pesantren ini menganut dua pola yaitu jadual harian sekolah dan jadual harian asrama/kesantrian. ...This research is about theopreneurship of pesantren. Theopreneurship is a relatively new study in the academic world, namely entrepreneurship based on religious values, which is rather different from entrepreneurship studies in general. This research is a descriptive analysis; for collecting data using the in-depth interview method and Focus Group Discussion FGD. From the research it was found that the two pesantren of Muhammadiyah, namely al-Mu'amin Tembarak and Darul Arqom Patean used the Kulliyatul Mu'allimin al-Islamiyyah KMI model in the management of student learning, namely daily learning management for students for 24 hours of full day in the boarding schools. For the development of theopreneurship, Darul Arqom Patean uses the organizational culture formed in the pesantren environment, namely business development through a business division that was formed institutionally and the development of santri entrepreneurship motivation through the Darul Arqom Organization students OSDA. Meanwhile, pesantren al-Mu'min Tembarak, entrepreneurship development has not yet become an organizational culture, pesantren is still looking for models and forms. For the development of the entrepreneurial ethos of students carried out through the organizational culture of the Muhammadiyah Student Association IPM.... Bahkan Muhammadiyah sendiri menjadikan level mu'allimin ini sebagai sarana pengkaderan bagi pelanjut generasi dakwah dana jama'ahnya Azhar et al., 2016. Selain itu, Muhammadiyah juga memiliki trilogi pendidikan yang dianut dalam penerapan kurikulum keilmuan di sekolahsekolah yang mereka miliki Tampubolon, 2019. ...Zilal Afwa AjidinAsep AjidinProgram pendidikan Islam telah berkembang sejak sebelum Indonesia merdeka. Namun secara de facto masih mengalami pasang surut dalam penerapannya. Pada penelitian ini, penulis membandingkan dua organisasi masyarakat Islam yakni Muhammadiyah dan Persatuan Islam, dengan mengambil studi kasus yakni Mu’allimin Muhammadiyah Yogyakarta dan Mu’allimin Persatuan Islam Tarogong Garut. Sampel tersebut diambil karena keduanya merupakan mu’allimin terbesar dari masing-masing organisasi masyarakat Islam tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana model pendidikan Islam yang dilaksanakan oleh sekolah tersebut dalam menghadapi tantangan zaman. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kedua mu’allimin tersebut memiliki model yang cukup berbeda dalam menjalankan kurikulumnya. Namun memiliki kesamaan dalam hal visi misi yakni menciptakan pengajar agama Islam yang mampu beradaptasi bagi lingkungannya. Kesimpulan yang didapat dari penelitian ini adalah masing-masing mu’allimin mampu menjadi sekolah unggulan di lingkungan masing-masing dengan sistem yang diterapkannya. Model pendidikan agama Islam kedua mu’allimin tersebut ialah model organisme. Keywords Model Pendidikan Islam, Muhammadiyah, Persatuan Islam... The intellectualism relationship between NU and Muhammadiyah is considered successful Al-Barbasy, Amar, Santoso, & Ikhwan, 2004. Up to now, Muhammadiyah has established around 180 pesantren Tampubolon, 2019. ... Iwan KuswandiKata Kunci Konsep AkhlakIbn Miskawaih, Al-GhazaliPesantren MuhammadiyahStudies of Ibn Miskawaih and al-Ghazali thought are at all times thought-provoking. Even though both of them are figures from the same religion, their concepts have similarities and differences which stimulate lengthy discussion. This paper examined how the concept of moral according to Ibn Miskawaih and al-Ghazali and analyzed how relevant it is to the philosophy of Muhammadiyah pesantren. Ibn Miskawaih was a more open figure to Western philosophical thinking. It made him more rational than al-Ghazali. Al-Ghazali, the pioneer of Sunni Sufism, repeatedly criticized Western philosophical thinking as his approach was mystical tradition. Rational ethics of Ibn Miskawaih are considered relevant to modernism today; while Al-Ghazali's mystical ethics has become the major influence and earned good reputation among Muslims, especially within the pesantren community. Thus, it was reasonable that Ibn Miskawaih was given the title of the Third Teacher al-Muallim al-Tsalits and al-Ghazali was given the title of hujjah al-Islam. The conception of these two figures has special relevance to the philosophy of Muhammadiyah pesantren across Indonesia. Ibn Miskawaih conception is considered relevant to the efforts of integrating general knowledge and religion, which is carried out by the Muhammadiyah pesantren. On the other hand, the conception of al-Ghazali's which originated from the Qur'an and the Sunnah is very relevant to the Islamic spirit of Muhammadiyah. It means that Ibn Miskawaih conception is epistemologically in line with the integration of education in the Muhammadiyah pesantren, while al-Ghazali's conception is considered ontologically relevant, because it prioritized the reference of the Qur'an and the Sunnah. The axiological value of education in the Muhammadiyah pesantren lies in logical reason, the Qur'an and the Sunnah. Abstrak. Kajian tentang pemikiran Ibn Miskawaih dan al-Ghazali tentu akan selalu menarik, meskipun keduanya sama-sama tokoh dari agama yang sama, namun tetap saja ada sisi menarik menyangkut persamaan dan perbedaan di antara keduanya. Tulisan ini mengkaji tentang bagaimana corak konsepsi akhlak menurut Ibn Miskawaih dan al-Ghazali, serta menganalisis bagaimana relevansinya dengan filsafat pesantren Muhammadiyah. Setelah dilakukan kajian kritis, ditemukan bahwa Ibn Miskawaih adalah tokoh yang lebih terbuka dengan pemikiran filsafat Barat, sehingga lebih rasional. Sedangkan al-Ghazali pioneer tasawuf sunni, yang dengan penuh keyakinan-diri mengkritik pemikiran filofof Barat, sehingga bercorak pada tradisi mistik. Etika rasional Ibn Miskawaih, misalnya dianggap relevan dengan modernisme saat ini. Etika mistik al-Ghazali, memliki pengaruh dan reputasi tersendiri di kalangan umat Islam, terutama di dalam komunitas pesantren. Maka wajar kalau kemudian Ibn Maskwaih diberi gelar sebagai Guru Ketiga al-Muallim al-Tsalits. Sedangkan al-Ghazali dikenal sebagai hujjah al-Islam. Pemikiran kedua tokoh ini memiliki relevansi dengan pesantren Muhammadiyah yang ada di Indonesia. Pemikiran Ibn Miskawaih dianggap relevan dengan upaya integrasi pengetahuan umum dan agama yang dilakukan oleh pesantren Muhammadiyah, sedangkan konsep pemikiran al-Ghazali yang bersumber dari al-Qur'an dan Sunnah, tentu relevan sekali dengan semangat keislaman Muhammadiyah. Dengan kata lain, relevansi pemikiran Ibn Miskawaih sesuai dengan integrasi pendidikan di pesantren Muhammadiyah di sektor epistemologis, sedangkan secara ontologi, pemikiran al-Ghazali lah yang dianggap relevan, karena sama-sama mengutamakan sumber al-Qur'an dan Sunnah. Adapun nilai aksiologi pendidikan di pesantren Muhammadiyah terletak pada penempatan akal dan sumber agama Islam, al-Qur'an dan Sunnah.... Meskipun Muhammadiyah sebagai organisasi yang memiliki ciri khas di bidang pendidikan berkemajuan, namun ternyata akhirnya organisasi ini juga ikut serta meramaikan dalam pendidikan pesantren. Sampai saat ini, Muhammadiyah telah mendirikan sekitar 180 pesantren Tampubolon, 2019 Febriansyah et al., 2013;Kuswono, 2013. ... Iwan KuswandiThis paper examined the dynamics of pesantren education within Muhammadiyah. This study used a conceptual research approach. There are three main topics being discussed in this paper, namely the context of use, periodization and continuity. The study found that Muhammadiyah and pesantren seems to be two contradictory poles. While Muhammadiyah is known for its modernity, pesantren is known as a traditional religion institution. However, both Muhammadiyah and pesantren can be united in one obsession. It was started by Kiai Dahlans criticism about pesantren system, which then criticized back by Kiai Fachriuddin who later adopted pesantren system for use in the organization. The dynamics of pesantren in Muhammadiyah were found in the wide range variety of pesantren models its developed, namely integral system, takhassus, boarding school systems, and modern pesantren. Abstrak Tulisan ini mengkaji tentang dinamika pendidikan pesantren di dalam organisasi Muhammdiyah. Penelitian ini merupakan library research dengan jenis penelitian konsep. Penelitian ini berfokus pada tiga hal, yaitu konteks penggunaan, periodisasi dan kesinambungan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa selama ini Muhammadiyah dan pesantren tampak membicarakan dua kutub yang berbeda. Muhammadiyah dikenal lebih modern, sedangkan pesantren dianggap lembaga tradisional. Meski demikian, keduanya dapat menyatu dalam satu obsesi. Hal ini berawal dari kritik Kiai Dahlan terhadap sistem pesantren yang kemudian mendapat autokritik dari Kiai Fachruddin. Kiai Fachruddin kemudian memasukkan sistem pesantren dalam organisasi Muhammadiyah. Dinamika pesantren di Muhammadiyah dapat ditemukan dari beragam model pesantren dalam Muhammadiyah, yaitu sistem integral, takhassus, sistem boarding school, serta ada yang menggunakan istilah pesantren WahyuniIndonesia memiliki dua organisasi besar yaitu Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama dimana organisasi tersebut memiliki perbedaan paham dan pemikiran, salah satu contohnya dalam konsep yang digunakan pada lembaga pendidikan yang dimilikinya misalnya pesantren. Pesantren di Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama terdapat perbedaan dalam focus sistem pendidikan serta kajiaanya. Untuk metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu dengan library research, dimana pertama yang dilakukan mencari sejumlah buku, jurnal dan hasil penelitian kemudian membaca dan menelaahnya. Dan hasil penelitian ini sejarah lembaga pendidikan islam di Indonesia, konsep lembaga pendidikan di pesantren Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama dapat diketahui letak perbedaanya itu number of pesantren Muhammadiyah has increased dramatically in recent years. Therefore, a mapping of pesantren Muhammadiyah research is required to find the trend of publications, article citations, publishers, and keywords. Through bibliometric studies, this article seeks to identify and analyze pesantren Muhammadiyah's studies published in reputable journals between 2011 and 2020. The mind-mapping method used in this study consisted of four stages first, searching articles from the Google Scholar database using the Publish or Perish PoP applications. Second, papers are filtered. Third, double-check and complete the paper metadata. Fourth, arranging bibliometric analysis using the VOSviewer. The investigation yielded four conclusions first, Pesantren Muhammadiyah publication trends yearly. The study revealed an improving publication trend; second, the scope of religious awareness received the most citations in pesantren Muhammadiyah articles; third, the most reports on pesantren Muhammadiyah and its publisher. The most frequently cited journal is Jurnal Tarbiyatuna, the most commonly cited publisher is Universitas Muhammadiyah Makassar, and the most frequently cited author keywords in pesantren Muhammadiyah articles are Universitas Muhammadiyah Makassar. The most widely used keyword term by authors is pesantren Muhammadiyah. The findings of this study, the number of publications in pesantren Muhammadiyah increased, and the number of citations decreased. Ilham UM SumbarHakiman IlhamWastonNowadays, the declining moral values that have plagued our society cannot be separated from the ineffectiveness of instilling moral values, both in the family, school, boarding schools, and society as a whole. It is necessary to instill cultural values in the education environment as a sub-culture which is the existence of character building. This paper aimed to describe the cultural values of Muhammadiyah Boarding School and its benefits for the life of the students. This study was a qualitative study using a case study approach with the location of the Senior High School of Muhammadiyah Sains Trensains Sragen, Central Java, Indonesia. The data collection technique was carried out through in-depth interviews with three informants, observation on the interaction of students with students, students with the instructor of the Boarding School, students and ustadz/ustadzah teachers, documentations through the Trensains guiding book, photos, and social media. The results of this study indicated that the cultural values carried out in the Trensains environment were independence values, leadership values, disciplinary values, environmental care values, ukhuwah fraternity/brotherhood and family values, scientific and expertise values, and research and natural observation values. These cultural values provided the benefits for the character building of students in the boarding school environment. This study is expected to be input for the Boarding School Development Institute, Muhammadiyah Central Management which is developing nationally the cultural values contained in the Muhammadiyah Boarding School Sanur TarihoranMuhamad ReziOne of the great traditions in Islamic education institutions in Indonesia is teaching by transmitting Islamic values as found in classical books written centuries ago. The majority in Indonesia, the classic book is better known as the Kitab Kuning. Teaching with the Kitab Kuning is usually done in Islamic Boarding Schools. Examining Kitab Kuning requires qualified Arabic language skills at least passively. Unfortunately, not all Islamic boarding schools that have a variety of superior programs in certain fields, are weak in the field of studying Kitab Kuning. One of them is the Islamic Boarding School Mu'allimin Muhammadiyyah Sawah Dangka which has the flagship Tahfizh Alquran program but is weak in the study of Kitab Kuning. One of the main factors is the lack of adequate quality of human resources. For this reason, this community service activity aims to provide training while introducing new, lightweight methods in learning Arabic, namely the Bihaqatil Jumal method. This method emphasizes learning Arabic using the right brain. After a series of community service activities, teachers and Islamic boarding schools felt helped and gained new experiences in learning Arabic methods to study Kitab Kuning. In addition, both the assisted object and the resource person requested that this kind of community service be Character education is still the main problem in national education, Pesantren as Islamic educational institution with a long history in realizing the goal of national education is still strong. The excellence of Pesantren in the aspect of internalizing Islamic values that is comprehensively designed relevant with local traditions. In general, they only held general activities with the intention of being limited to the program's implementation. Until this stage, they do not yet have an effective method of internalization. This study aims to find and develop boarding school internalization methods based on boarding management. The method used is a qualitative approach case study type. The results showed that the internalization of Pesantren values was carried out through hostel management with planning, organizing, actuating, and evaluating daily activities that took place at the hostel. The values reflected in the sustainability activities at the hostel were orderly and implemented with full responsibility by the board hostel and students. Internalization of values managed by the hostel management approach becomes an effective and efficient means of achieving Pesantren goals. Keywords internalization of value; hostel management; pesantren management Abstrak Pendidikan karakter masih menjadi problem pokok dalam pendidikan nasional, Pesantren masih kukuh sebagai lembaga pendidikan Islam dengan sejarah yang panjang dalam mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Keunggulan pendidikan pesantren pada aspek internalisasi nilai-nilai Islam yang didesain secara komprehensif relevan dengan tradisi lokal. Pada umumnya Pesantren menyelenggarakan kegiatan normatif dengan maksud terbatas pada keterlaksanaan program. Sampai pada tahapan ini, pesantren belum memiliki metode internalisasi nilai yang efektif. Penelitian ini bertujuan untuk menemukan dan mengembangkan metode internalisasi pesantren berbasis manajemen asrama. Metode penelitian yang digunakan adalah dengan pendekatan kualitatif jenis studi kasus. Hasil penelitian menunjukkan bahwa internalisasi nilai-nilai pesantren dilakukan melalui manajemen asrama dengan perencanaan, pelaksanaan, pengorganisasian, dan evaluasi kegiatan-kegiatan harian yang berlangsung di asrama. Nilai-nilai pesantren direfleksikan dalam keberlangsungan kegiatan-kegiatan di asrama yang tertib dan dilaksanakan dengan penuh tanggungjawab oleh pengurus asrama dan santri. Internalisasi nilai-nilai yang dikelola dengan pendekatan manajemen asrama menjadi sarana yang efektif dan efisien dalam mencapai tujuan pesantren. Kata kunci Internalisasi nilai; manajemen asrama; manajemen pesantrenPesantren Mahasiswa KH. Sahlan Rosyidi Unimus Semarang; Pesantren Darul Falah Lasem Rembang; Pesantren Modern MBS PurworejoBaratBarat. Pesantren Mahasiswa KH. Sahlan Rosyidi Unimus Semarang; Pesantren Darul Falah Lasem Rembang; Pesantren Modern MBS Purworejo;Mas Mansur Muhammadiyah Wanasari BrebesPondok PesantrenPondok Pesantren KH. Mas Mansur Muhammadiyah Wanasari Brebes;Bandingkan KarelA SteenbrinkBandingkan Karel A. Steenbrink, Pesantren Madrasah Sekolah, Pendidikan Islam Dalam Kurun Modern, Jakarta LP3ES, 1994.Manifesto Modernisasi Pendidikan Islam dan Pesantren. Yogyakarta Pustaka PelajarAhmad MutoharNurul Dan AnamMutohar, Ahmad dan Anam, Nurul. Manifesto Modernisasi Pendidikan Islam dan Pesantren. Yogyakarta Pustaka Pelajar, dan Pengabdian MuhammadiyahYusuf PuarAbdullahPuar, Yusuf Abdullah. Perjuangan dan Pengabdian Muhammadiyah. Jakarta Pustaka Antara, 1989Pesantren Madrasah Sekolah, Pendidikan Islam Dalam Kurun ModernKarel A SteenbrinkSteenbrink, Karel A. Pesantren Madrasah Sekolah, Pendidikan Islam Dalam Kurun Modern. Jakarta LP3ES, Hamzah dkk., KH. Imam Zarkasyi dari Gontor Merintis Pesantren ModernWirosukartoWirosukarto, Amir Hamzah dkk., KH. Imam Zarkasyi dari Gontor Merintis Pesantren Modern. Ponorogo Gontor Press, 1996.
\n \n\njelaskan sistem pembelajaran yang dilaksanakan di pesantren
Kendatidemikian, masih ada beberapa pesantren yang tetap mempertahankan bentuknya secara tradisional dalam menyelenggarakan pendidikannya. Sejak tahun 1970-an, penyelenggaraan pendidikan pesantren di Indonesia dapat diklasifikasikan menjadi empat bentuk yaitu: a. Pesantren yang menyelenggarakan pendidikan formal dengan menerapkan
p class="16bIsiAbstrak">Pembelajaran mata pelajaran umum di pesantren merupakan salah satu bentuk integrasi sistem pembelajaran madrasah dengan pesantren dalam upaya meningkatkan lulusan pesantren yang bermutu, dan dapat meningkatkan prestasi siswa, meningkatkan popularitas, meningkatkan daya saing baik itu lembaga maupun lulusannya. Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan kualitas dan prestasi mata pelajaran umum dipesantren, untuk itu diperlukan suatu sistem pembelajaran yang tepat, karenanya penelitian ini bertujuan 1 menganalisis tentang respons pimpinan dan santri terhadap diterapkannya integrasi sistem pembelajaran mata pelajaran umum, 2 menjelaskan implementasi integrasi sistem pembelajaran mata pelajaran umum, dan 3 menemukan tingkat kepuasan integrasi sistem pembelajaran mata pelajaran umum. Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif, sedangkan instrumen dalam penelitian ini adalah angket, wawancara mendalam dan dokumentasi. Pengolahan data dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif. Hasil penelitian menjelaskan bahwa 1 Respons pimpinan dan santri sangat setuju diterapkan integrasi sistem pembelajaran mata pelajaran umum di pesantren karena meyakini mampu melaksanakan dan memadukan antara pelajaran “umum” dan “agama” secara seimbang dan proporsional, memberi kesempatan untuk berkompetensi, serta mampu menciptakan manusia akademik yang memiliki kompetensi integratif dalam penguasaan pengetahuan agama maupun umum, 2 Dapat dilaksanakan dengan baik dan efektif; mencapai prestasi sesuai dengan tujuan yang tepat dari beberapa pilihan yang telah ditetapkan, efisien, Fleksibel, luwes, mudah, cepat sesuai dengan karakter pesantren, dan 3 Menemukan tingkat kepuasan yang tinggi, seperti; pencapaian hasil belajar, peningkatan kemampuan individu, menentukan kebutuhan pembelajaran, menentukan strategi dalam peningkatan kualitas ^2 = pangkat dua Pengambilan sampel dalam penelitian adalah stratified sampling artinya hanya populasi santri setingkat MTs kelas 8 yang berjumlah 142 orang, dari jumlah populasi 142 kemudian diambil sampel untuk kebutuhan penelitian dengan menggunakan rumus Solvin sbb n = N / 1 + N x e² Sehingga n = 142 / 1 + 142 x 0,05² n = 142 / 1 + 142 x 0,0025 n = 142 / 1 + 2,5 n = 142 / 3,5 n = 40. Apabila dibulatkan maka besar sampel dari 142 populasi pada margin of error 5% adalah sebesar 40. C. Sumber Data Menurut Moleong pencatatan sumber data melalui wawancara atau pengamatan merupakan hasil gabungan dari kegiatan melihat mendengar, dan bertanya Moleong, 2000. Pada penelitian kualitatif, kegiatan-kegiatan ini dilakukan secara sadar, terarah dan senantiasa bertujuan memperoleh suatu informasi yang diperlukan. Menurut Arikunto sumber data adalah subjek dari mana suatu data dapat diperoleh Arikunto, 1998. Sumber data adalah pimpinan pondok pesantren, ustazah dan para santri Pesantren. D. Teknik Pengumpulan Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia pengertian pengumpulan data adalah proses, cara, perbuatan mengumpulkan, atau menghimpun data Penyusun, 1990. Sedangkan instrumen adalah alat yang dipakai untuk mengerjakan sesuatu seperti alat yang dipakai oleh pekerja teknik, alat-alat kedokteran, optik, dan kimia, perkakas, sarana penelitian berupa seperangkat tes dan sebagainya untuk mengumpulkan data sebagai bahan pengolahan. 1. Survei Husein Umar mengatakan 2001 Survei digunakan untuk mengukur gejala-gejala yang ada tanpa menyelidiki kenapa gejala-gejala tersebut ada, sehingga tidak perlu memperhitungkan hubungan antara variabel-variabel karena hanya mengguna-kan data yang ada untuk pemecahan masalah daripada menguji hipotesis. 2. Angket Angket. Alat yang pengumpulan data Angket juga dikenal dengan sebuah kuesioner. Komalasari alat ini secara besar terdiri dari tiga bagian yaitu judul angket. Pengantar yang berisi tujuan, atau petunjuk pengisian angket, dan item-item pertanyaan yang berisi opini atau pendapat dan fakta Komalasari & Wahyuni, 2011. Fakhruddin, Saepudin 100 Ta’dibuna, Vol. 7, No. 1, April 2018 Menurut Arikunto angket adalah pernyataan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan tentang pribadi atau hal-hal yang ia ketahui Arikunto, 1998. Sedangkan menurut Sugiyono angket atau kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawab Sugiyono, 2012. Angket untuk mengumpulkan data tentang; 1- Angket untuk mengumpulkan data tentang; 1- Sikap pimpinan terhadap penerapan Integrasi sistem pembelajaran, 2- Tingkat efektivitas pelaksanaan integrasi sistem pembelajaran. 3- Tingkat kepuasan pimpinan terhadap hasil evaluasi setelah pelaksanaan program pembelajaran Angket yang berisi sejumlah pernyataan yang menggambarkan variabel Integrasi sistem pembelajaran yang berisikan tiga indikator yaitu tentang; Penerapan, Implementasi dan Evaluasi. diukur secara kuantitatif skala Likert. Menurut Sarlito Wirawan Sarwono persepsi adalah kemampuan seseorang untuk mengorganisir suatu pengamatan, kemampuan antara lain kemampuan untuk membedakan, untuk mengelompokkan, dan memfokuskan Sarwono, 1983. Oleh karena itu seseorang bisa saja memiliki persepsi yang berbeda, walaupun objeknya sama. Hal tersebut dimungkinkan karena adanya perbedaan dalam hal sistem nilai dan ciri kepribadian individu yang bersangkutan., Jalaluddin Rahmat mendefinisikan pengertian persepsi sebagai “pengalaman tentang objek, peristiwa atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan” Rahmat, 1994. Kesamaan pendapat ini terlihat dari makna menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan yang memiliki keterkaitan dengan proses untuk memberi arti. Menurut Walgito ada tiga syarat terjadinya persepsi yaitu 1- Adanya objek yang dipersepsi.. 2- Adanya alat indra atau reseptor.. 3- Adanya perhatian Walgito, 1980. Suharsimi Arikunto mengemukakan instrumen pengumpulan data adalah alat bantu yang dipilih dan digunakan oleh peneliti dalam kegiatannya mengumpulkan data agar kegiatan tersebut menjadi sistematis dan dipermudah olehnyaArikunto, 1998. Ibnu Hadjar menambahkan bahwa instrumen merupakan alat ukur yang digunakan untuk mendapatkan informasi kuantitatif tentang variasi karakteristik variabel secara objektif Ibnu, 1999. 3. Wawancara Mendalam Menurut Santoso fungsi wawancara dalam penelitian adalah 1- Mendapatkan informasi langsung dari responden. 2- Mendapatkan informasi, Wawancara ini dilakukan dalam suasana akrab agar peneliti dan responden tercipta hubungan yang baik dan harmonis . Wawancara memerlukan syarat penting yakni terjadinya hubungan yang baik dan demokratis antara responden dan penanya Santoso, 2005. 4. Studi dokumentasi Integrasi dalam Sistem Pembelajaran di Pesantren Ta’dibuna, Vol. 7, No. 1, April 2018 101 Studi dokumen dimaksudkan sebagai pelengkap dari penggunaan metode observasi dan wawancara. 5. Triangulasi Data. Menurut Sugiyono triangulasi, dalam teknik pengumpulan data, triangulasi diartikan sebagai teknik pengumpulan data yang menggabungkan dari berbagai teknik pengumpulan data dan sumber data yang telah ada Sugiyarto, 2013. E. Teknik Pengolahan Data Pengolahan data merupakan kegiatan awal sebelum peneliti melakukan analisa terhadap data yang sudah dikumpulkan. Kegiatan ini meliputi tahap editing, coding dan penyederhanaan data 1. Editing, editing menurut Abun Ahmadi dan Kholid adalah meneliti data-data yang telah diperoleh, terutama dari kelengkapan jawaban, keterbacaan tulisan, kejelasan makna, kesesuaian dan relevansinya dengan data yang lain Ahmadi, 1991. 2. Koding, koding yaitu kegiatan melakukan klasifikasi data atau pemilahan data dari setiap item instrumen tersebut menggunakan skala Likert berupa bentuk pilihan. Sugiono mengatakan skala Likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat dan persepsi seseorang atau sekelompok tentang fenomena sosial. Untuk setiap item pernyataan diberi skor satu sampai dengan lima dari hasil yang terendah sampai yang tertinggi Sugiyono, 2012. 3. Tabulasi, tabulasi yaitu; Kegiatan melakukan pengolahan data ke dalam bentuk tabel Menurut Sujana secara umum penyajian data sering digunakan dalam bentuk diagram dan tabel Sudjana, 1995. F. Teknik Analisis Data 1. Analisa Data Menurut Lexy J. Moleong analisis data adalah proses mengorganisasikan dan mengurutkan data ke dalam pola, kategori, dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data Moleong, 2000. Tujuan analisa menurut Anas. Sudijono, adalah menyederhanakan data dalam bentuk yang lebih mudah dibaca dan diinterpretasi. Menurut Suharsimi adalah angka ubahan dari skor dengan menggunakan acuan tertentu, yakni acuan norma dan acuan patokan. Dengan demikian kegiatan mengubah/mengonversi skor menjadi nilai disebut kegiatan menilai Arikunto, 1998. Menurut Anas Sudijono skor adalah hasil pekerjaan menskor memberikan skor yang diperoleh dengan jalan menjumlahkan angka-angka bagi setiap butir item yang oleh testee istilah bagi orang yang mengerjakan tes telah dijawab dengan betul, dengan memperhatikan bobot jawaban betulnya. Kriteria untuk menggambarkan data dalam penelitian ini berpedoman pada Kriteria Penilaian Rapor Dinas Pendidikan 2013. sebagai berikut Fakhruddin, Saepudin 102 Ta’dibuna, Vol. 7, No. 1, April 2018 Kriteria Tingkat Kemampuan Berdasarkan Persentase Skor Tingkat Kemampuan Skor Standar Kriteria 90% - 100% A Baik Sekali 80% - 89% B Baik 65% - 79% C Cukup 55% - 64% D Kurang 0% - 54% E Kurang Sekali 2. Penafsiran Data Penafsiran adalah penjelasan yang terperinci tentang arti yang sebenarnya dari materi yang dipaparkan. Menurut Moh. Nazir data yang dalam bentuk tabel perlu diberikan penjelasan yang terperinci dengan cara 1- untuk menegakkan keseimbangan suatu penelitian, dalam pengertian menghubungkan hasil suatu penelitian dengan penemuan penelitian lainnya. 2- untuk membuat atau menghasilkan suatu konsep yang bersifat menerangkan atau menjelaskan Nazir, 2005. Masri Singarimbun mengatakan penafsiran dapat dilakukan dengan dua cara yaitu pertama, interpretasi secara terbatas di mana peneliti hanya melakukan interpretasi atas data dan hubungan yang ada dalam penelitiannya, cara ini dilakukan secara bersamaan pada saat analisis data dilakukan. Cara kedua, peneliti berusaha mencari pengertian yang lebih luas tentang hasil-hasil yang diperoleh dari analisis, cara ini dilakukan dengan membandingkan hasil analisisnya dengan kesimpulan peneliti lain serta menghubungkan interpretasi tersebut dengan teori Singarimbun & Effendi, 1989. Penafsiran atas data penelitian ini sangat diperlukan untuk membuat kesimpulan penelitian khususnya yang menyangkut variabel-variabel yang diteliti a. Membuat tabel distribusi jawaban angket variabel Respons santri dan variabel respons Pimpinan/Ustaz. b. Menentukan skor jawaban responden dengan ketentuan skor yang telah ditetapkan. c. Menjumlahkan skor jawaban yang diperoleh dari tiap-tiap responden. d. Memasukkan skor tersebut ke dalam rumus Dp n x 100% N Keterangan DP Deskripsi persentase n Jumlah skor yang diharapkan N Jumlah Responden Kemudian penulis kembangkan sesuai dengan tujuan penelitian menjadi 7 kriteria di bawah ini 100% Seluruhnya 76% - 99% Sebagian besar Integrasi dalam Sistem Pembelajaran di Pesantren Ta’dibuna, Vol. 7, No. 1, April 2018 103 51% - 75% Lebih dari setengahnya 50% Setengahnya 26% - 49% Kurang dari setengahnya 1% - 25% Sebagian kecil 0% Tidak seorang pun Batasan tersebut lalu ditafsirkan dengan menggunakan kriteria interpretasi skor seperti berikut, Angka 0% - 20% Sangat lemah Angka 21% - 40% Lemah Angka 41% - 60% Cukup Angka 61% - 80% Kuat Angka 81% - 100% Sangat Kuat Kriteria interpretasi skor tersebut selanjutnya disesuaikan dengan kebutuhan penelitian ditinjau dari respons dan di tafsirkan sebagai berikut Angka 0% - 20% Sangat tidak menerima Angka 21% - 40% Tidak menerima Angka 41% - 60% Cukup menerima Angka 61% - 80% Menerima Angka 81% - 100% Sangat menerima III. HASIL TEMUAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Temuan 1. Pengumpulan Data Pengertian pengumpulan data adalah proses, cara, perbuatan mengumpulkan, atau menghimpun data. Sedangkan instrumen adalah alat yang dipakai untuk mengerjakan sesuatu. Suharsimi Arikunto berpendapat bahwa instrumen merupakan alat ukur yang digunakan untuk mendapatkan informasi kuantitatif tentang variasi karakteristik variabel secara objektif Arikunto, 1998 a. Angket Instrumen yang digunakan pengambilan data penelitian adalah Angket menurut Ibnu Hajar penelitian memiliki arti pemeriksaan, penyelidikan, kegiatan pengumpulan, pengolahan, analisis dan penyajian data secara sistematis dan objektif Ibnu, 1999. Bentuk angket dalam pengumpulan data penelitian adalah angket dengan skala likert seperti Sangat Setuju/SST = 4. Setuju/ST = 3. Tidak Setuju/ST= 2 dan Sangat Tidak Setuju/STS = 1. Opsi empat jawaban ini dianggap cocok untuk menghindari responden memberikan jawaban tidak mantap. Suharsimi Arikunto mengatakan ada kelemahan Fakhruddin, Saepudin 104 Ta’dibuna, Vol. 7, No. 1, April 2018 lima alternatif, karena responden cenderung memilih alternatif yang ada di tengah dirasa aman dan paling gampang karena hampir tidak berpikir Arikunto, 1998. b. Wawancara Terstandar Ibnu Hajar mengemukakan pada dasarnya wawancara terstandar standardized interview tidak jauh berbeda dari angket sebagai teknik pengumpulan data penelitian Ibnu, 1999. Hanya saja, dalam wawancara peneliti, atau orang lain yang ditugaskan sebagai pewawancara, sekaligus berfungsi sebagai instrumen untuk menggali informasi dari subyek 2. Penyajian Data Anas Sudijono mengatakan pembuatan tabel dalam penyajian data adalah langkah awal analisa data, Alat penyajian data yang berbentuk kolom dan lajur yang di dalamnya memuat angka yang dapat melukiskan atau menggambarkan atau pembagian frekuensi dari variabel yang sedang menjadi obyek penelitian Anas, 2003. Suharsimi Arikunto mengatakan jika pilihan jawaban dari angket berbentuk "Ya" dan "Tidak", peneliti tinggal menjumlahkan saja berapa banyak jawaban "Ya" dan "Tidak" Arikunto, 1998. Penyajian data yang digunakan dalam penelitian ini adalah tabel sebagaimana dikenalkan oleh Sudjana bahwa penyajian data yang sering digunakan dalam penelitian ini adalah Tabel atau diagram Sudjana, 1996. Adapun data-data responden yang disajikan dalam bentuk tabel adalah a. Lihat pada bagian lampiran-lampiran, tabel berisi instrumen dan kisi-kisi angket terdiri dari; Variabel, Dimensi, Indikator, dan butir soal pernyataan, sementara untuk setiap opsi pernyataan responden akan penulis jelaskan pada bagian pembahasan analisa data. b. Tabel kerja yang berguna sebagai pedoman analisa data dan interpretasi data yang berisi tentang 1 Tabel kerja Respons pimpinan dan 2- Tabel kerja respons Santri dapat dilihat pada bagian lampiran 2 Perhitungan Distribusi Frekuensi Relatif atau Persentase dengan Rumus H - l = Nilai tertinggi dikurangi nilai terendah, Jarak antara nilai tertinggi dengan nilai terendah Range dibagi ke dalam empat garis nilai yang dibutuhkan SST, ST, TS, STS Nilai tertinggi – nilai terendah = 4 x 20 = 80 = 1 x 20 = 20 = 80 – 20 = 60 Nilai Kelas yang dibutuhkan = 60 4 + 1 = 15+1 Banyaknya Kelas Interval = 4 Kelas Integrasi dalam Sistem Pembelajaran di Pesantren Ta’dibuna, Vol. 7, No. 1, April 2018 105 Range Kelas Interval = 15 + 1 Distribusi Relatif Frekuensi atau Persentase Tentang Respons Santri terhadap program Integrasi sistem pembelajaran mata pelajaran umum Tabel 1. Respons Santri Distribusi Relatif Frekuensi atau Persentase Tentang Respons Ustaz terhadap program Integrasi sistem pembelajaran mata pelajaran umum. Tabel 2. Respons Ustaz Tabel 3. Katagori persentase Respons Santri Tabel 4. Katagori persentase Respons Ustaz Tabel 5. Sekor Responden Untuk Setiap Katagori Distribusi Relatif Frekuensi atau Persentase Fakhruddin, Saepudin 106 Ta’dibuna, Vol. 7, No. 1, April 2018 Respons pimpinan/ustaz dan santri terhadap kebijakan diterapkannya integrasi sistem pembelajaran mata pelajaran umum di pesantren Efektivitas pelaksanaan integrasi sistem pembelajaran mata pelajaran umum di pesantren Tingkat kepuasan hasil evaluasi pelaksanaan integrasi sistem pembelajaran mata pelajaran umum di pesantren 3. Analisa Data Analisa data adalah sebuah kegiatan yang mengubah data hasil penelitian menjadi informasi. Anas Sudijono mengemukakan tabel frekuensi di katakana frekuensi relatif sebab frekuensi yang disajikan di sini bukanlah frekuensi yang sebenarnya, melainkan frekuensi yang dituangkan dalam bentuk angka presentasi Anas, 2003. Tujuan analisa menurut Sofian Effendi dalam bukunya adalah menyederhanakan data dalam bentuk yang lebih mudah dibaca dan diinterpretasi Singarimbun & Effendi, 1989. Atas dasar tersebut, penulis menggunakan analisa data frekuensi dan persentase sbb a. Respons pimpinan terhadap integrasi sistem pembelajaran mata pelajaran umum di pesantren Dari tabel di atas bahwa pernyataan ustaz tentang integrasi dalam sistem pembelajaran mata pelajaran umum di pesantren dapat dilihat dari 20 santri sekitar 6 orang ustaz atau 30% menjawab sangat setuju dengan penggunaan metode halaqoh dan halaqoh, 10 orang ustaz atau 50% menyatakan setuju, sedangkan 4 orang ustaz 20% menyatakan tidak setuju. Dengan demikian, bahwa integrasi dalam sistem pembelajaran mata pelajaran umum di pesantren dengan sebagian besar dari ustaz menyatakan setuju b. Tentang Respons santri Dari tabel di atas bahwa pernyataan ustaz tentang integrasi dalam sistem pembelajaran mata pelajaran umum di pesantren dapat dilihat dari 20 ustaz sekitar 8 orang ustaz atau 40% menjawab sangat setuju dengan penggunaan metode halaqoh dan halaqoh, 10 orang ustaz atau 50% menyatakan setuju, sedangkan 2 orang ustaz 10% menyatakan tidak setuju. Dengan demikian bahwa integrasi dalam sistem pembelajaran mata pelajaran umum di pesantren dengan besar pimpinan/ ustaz menyatakan setuju c. Tentang Respons Pimpinan/ Ustaz untuk Setiap Katagori 1 Respons terhadap diterapkannya kebijakan integrasi sistem pembelajaran mata pelajaran umum di pesantren, secara keseluruhan mempunyai respons relatif sama rata-rata SST= 18. 30% . ST = 30. 50 %. TS= 9. 15%. Dan STS= 3. 5%. Integrasi dalam Sistem Pembelajaran di Pesantren Ta’dibuna, Vol. 7, No. 1, April 2018 107 2 Respons terhadap efektivitas Pelaksanaan integrasi sistem pembelajaran, secara keseluruhan responden memberikan tanggapan sbb SST= 21. 35 % . ST + 24. 40 %. TS= 9. 15 %. dan STS= 6. 10 %. 3 Respons terhadap tingkat kepuasan hasil evaluasi pelaksanaan integrasi sistem pembelajaran, Responden memberikan tanggapan sbb SST= 15. 25% . ST + 30. 30%. TS= 9. 15%. Dan STS= 6. 10%. Dapat disimpulkan bahwa penerapan integrasi dalam sistem pembelajaran mata pelajaran umum di pesantren dapat digunakan sebagai alternatif dalam usaha untuk meningkatkan prestasi belajar santri dengan beberapa kelebihan di antaranya a. Ada interaksi individual dan komunikasi efektif antara santri dan kiai b. Santri lebih dapat dibimbing dan diarahkan baik dari segi bahasa maupun pemahaman isi materi, dievaluasi dan diketahui kemampuan diri santri c. Materi sering diulang sehingga memudahkan untuk memahaminya d. Sangat efisien dan teliti dalam memahami kalimat dalam materi e. Santri diminta terlebih dahulu mempelajari sendiri materi-materi yang akan diajarkan, sehingga santri dapat menyelaraskan pemahamannya dengan pemahaman santri tentang maksud dari materi yang akan diajarkan f. Sistem ini mendidik santri belajar secara mandiri. Dengan demikian hasil pelajaran lebih tahan lama dan membekas dalam ingatan santri. g. Santri akan mudah mempraktikkan dan mengamalkan pengetahuan yang mereka dapatkan di pesantren. h. Bahan pelajaran dapat disampaikan sebanyak mungkin dalam jangka waktu yang tidak terlalu lama i. Organisasi kelas lebih sederhana dan mudah dilaksanakan karena tidak terlalu banyak memakan biaya dan tenaga. j. Mendorong terjalinnya kepercayaan timbal balik antara santri dengan santri yang ingin menekuni aktivitas yang ada dalam sistem Klasikal, Sorogan maupun halaqoh. k. Penggunaan sistem halaqoh dan halaqoh dapat mendorong terciptanya hubungan emosional yang kuat yang intens antara sang santri dengan santri. B. Pembahasan Pembahasan hasil penelitian dimaksudkan adalah pembahasan yang menjelaskan pemaknaan terhadap data-data hasil penelitian berkaitan dengan permasalahan yaitu kategori; 1- Respons terhadap kebijakan diterapkannya integrasi sistem pembelajaran mata pelajaran umum di pesantren. 2- Respons terhadap efektivitas pelaksanaan integrasi sistem pembelajaran mata pelajaran umum. 3-Respon terhadap tingkat kepuasan hasil evaluasi pelaksanaan integrasi sistem pembelajaran mata pelajaran umum. Seperti berikut Fakhruddin, Saepudin 108 Ta’dibuna, Vol. 7, No. 1, April 2018 1. Respons Pimpinan terhadap diterapkannya integrasi sistem pembelajaran mata pelajaran umum di pesantren Respons terhadap diterapkannya kebijakan integrasi sistem pembelajaran mata pelajaran umum di pesantren, secara keseluruhan mempunyai respons relatif sama rata-rata SST= 18. 30% . ST = 30. 50 %. TS= 9. 15%. Dan STS= 3. 5%. berdasarkan data tersebut dapat disimpulkan bahwa kebijakan menerapkan sistem pembelajaran di pesantren dengan umum mendapat respons secara keseluruhan rata-rata setuju, ini berarti sistem pembelajaran mata pelajaran umum dapat di integrasikan antara sistem pesantren dan umum. Berdasarkan teori yang relevan dikemukakan oleh Abudin Nata bahwa Ilmu pengetahuan dan teknologi harus memberi manfaat sebesar-besarnya bagi kehidupan manusia. Untuk mencapai sasaran tersebut maka perlu dilakukan suatu upaya mengintegrasikan ilmu-ilmu umum dengan ilmu-ilmu keislaman. Menurut Mastuhu. bahwa sistem pendidikan pesantren didasarkan atas dialog yang terus menerus antara kepercayaan terhadap ajaran dasar agama yang diyakini memiliki nilai kebenaran mutlak dan realitas sosial yang memiliki nilai kebenaran relatif. Adapun menurut Mulyadi Kartanegara, dalam tradisi ilmiah Islam selain menggunakan metode observasi indrawi juga menggunakan metode demonstratif burhani dan eksperimen tarjibi. bisa juga menjadi basis integrasi bagi berbagai jenis pengalaman manusia, baik yang bersifat indrawi, intelektual, mental, mistikal maupun spiritual. Nurhayati Djamas dalam Undang-undang pendidikan nasional, yang menempatkan madrasah sebagai sekolah umum bercirikan Islam dan pada UU Sisdiknas memberikan kedudukan yang sama dengan sekolah umum Djamas, 2009. Hal ini juga merupakan jawaban terhadap perubahan tuntutan dan kebutuhan masyarakat muslim dalam menghadapi perkembangan dunia modern. Implikasi yang berkaitan dengan hasil penelitian yaitu a. Integrasi sistem pembelajaran mata pelajaran umum dapat dilaksanakan secara berkelanjutan secara seimbang dan proporsional. b. Integrasi sistem pembelajaran akan berjalan efektif dengan mendapatkan dukungan penuh dari pimpinan c. Kepemimpinan pendidikan adalah pemimpin yang proses keberadaannya dapat dipilih secara langsung, ditetapkan oleh yayasan, atau ditetapkan oleh pemerintah d. Integrasi sistem pembelajaran sebagai upaya memberi kesempatan untuk berkompetensi yang sehat dalam mencapai prestasi akademik, penarik minat meningkatkan kualitas dan keefektifan pembelajaran. e. Pengembangan sistem ini akan mampu pula menciptakan manusia akademik yang berkualitas baik secara intelektual maupun keimanannya, dengan tidak menghilangkan karakteristik pesantren. Integrasi dalam Sistem Pembelajaran di Pesantren Ta’dibuna, Vol. 7, No. 1, April 2018 109 f. Seorang pemimpin akan memiliki sikap yang berkualitas, mampu memberikan dorongan dan mendatangkan manfaat yang positif. g. Menerima dan mempelajari terhadap kebudayaan yang terbuka dengan perubahan dan perbedaan dengan sikap yang positif, h. Dapat menerima globalisasi menarik minat masyarakat untuk belajar di pesantren. 2. Respons terhadap tingkat efektivitas pelaksanaan integrasi sistem pembelajaran mata pelajaran umum di pesantren Respons terhadap efektivitas Pelaksanaan integrasi sistem pembelajaran, secara keseluruhan responden memberikan tanggapan sebagai berikut SST= 21. 35 % . ST + 24. 40 %. TS= 9. 15 %. dan STS= 6. 10 %. Hal ini dapat ditafsirkan bahwa respons terhadap efektivitas sistem pembelajaran mendapat tanggapan yang baik. Berdasarkan teori yang relevan bahwa Sistem pembelajaran adalah satu keseluruhan terpadu dari semua satuan dan kegiatan pembelajaran yang berkaitan dengan yang lainnya, dalam melaksanakan proses pembelajaran suatu materi pembelajaran perlu dipikirkan metode pembelajaran yang tepat. Menurut Oemar Hamalik sistem adalah seperangkat komponen atau unsur-unsur yang saling terintegrasi untuk mencapai suatu tujuan Hamalik, 1994. Sedangkan dalam kamus besar bahasa Indonesia sistem adalah perangkat atau unsur yang secara langsung saling berkaitan dan sehingga membentuk totalitas. Sumiyati Asra efektivitas penggunaan metode pembelajaran tergantung pada kesesuaian metode pembelajaran dengan beberapa faktor, yaitu tujuan pembelajaran, materi pembelajaran, kemampuan guru, kondisi siswa, sumber atau fasilitas, situasi kondisi dan waktu Sumiati, 2009. Nurhayati Djamas Gagasan dan upaya untuk mewujudkan kebijakan pendidikan nasional yang terintegrasi dengan meniadakan dualisme sistem pendidikan yang telah muncul sejak awal kemerdekaan ketika pemerintah menyiapkan rancangan kebijakan pendidikan nasional dalam bentuk undang-undang sistem pendidikan. Sejalan dengan apa yang di tuliskan Sumiati dan Asra bahwa dalam melaksanakan proses pembelajaran suatu materi pembelajaran perlu dipikirkan metode pembelajaran yang tepat Sumiati, 2009. Efektivitas penggunaan metode pembelajaran tergantung pada kesesuaian metode pembelajaran dengan beberapa faktor, yaitu tujuan pembelajaran, materi pembelajaran, kemampuan guru, kondisi siswa, sumber atau fasilitas, situasi kondisi dan waktu. Dalam pemilihan isi yang bermanfaat adalah hal pokok untuk menjadikan integrasi sist6em pembelajaran menjadi efektif. Isi dapat dikemas dalam bentuk topik tertentu yang kemudian dikembangkan menjadi unit-unit kerja yang menunjukkan urutan perkembangan konsep dan keahlian. Fakhruddin, Saepudin 110 Ta’dibuna, Vol. 7, No. 1, April 2018 Selanjutnya Mulyono 1997 Abdurahman, mengemukakan bahwa “pendidikan integrasi paling sedikit harus memenuhi empat kriteria, yaitu 1- mengintegrasikan peserta didik. 2- mengintegrasikan potensi kognitif, afektif, psikomotor 3- mengintegrasikan hakikat manusia dalam bentuk sistem pembelajaran. 4- mengintegrasikan apa yang dipelajari peserta didik saat ini dengan tugas yang harus diemban di masa mendatang. Penelitian ini memberikan beberapa implikasi, antara lain a. Dapat mengetahui perannya masing-masing dan terjadi interaksi yang baik dalam pembelajaran. b. Aktivitas santri dalam pembelajaran mata pelajaran umum bisa lebih optimal. Karena materi yang disajikan sesuai dengan karakter pesantren. c. Dapat meningkatkan pengawasan terhadap santri, bervariatif dalam pembelajaran, dalam merumuskan, mengembangkan, dan mewujudkan 3. Respons tingkat kepuasan terhadap hasil evaluasi pelaksanaan integrasi sistem pembelajaran mata pelajaran umum di pesantren Respons terhadap tingkat kepuasan hasil evaluasi pelaksanaan integrasi sistem pembelajaran, Responden memberikan tanggapan sbb SST= 15. 25% . ST + 30. 30%. TS= 9. 15%. Dan STS= 6. 10%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa a. Evaluasi terhadap konteks program. a- aspek ini Kualitas kompetensi yang dimiliki oleh siswa. b- Kesesuaian pelaksanaan program dengan kebijakan dan tujuan yang ditetapkan oleh sekolah. c- Kesiapan pengelolaan pelaksanaan yang dilakukan oleh sekolah tergolong tinggi. b. Evaluasi terhadap masukan program. a- Upaya peningkatan kesiapan kompetensi siswa. b- Upaya peningkatan kesiapan pengelolaan program oleh sekolah. c- Upaya peningkatan kesiapan kompetensi guru. c. Evaluasi terhadap proses program aspek proses terdiri dari; a- Proses pelaksanaan program. b Faktor-faktor yang menghambat serta mendukung pelaksanaan. d. Evaluasi terhadap produk program dalam kualitas siswa dan manfaat program, manfaat pelaksanaan pembelajaran yang ada di sekolah. Bagi siswa dapat meningkatkan kompetensi yang dimiliki siswa. Menurut Suharsimi Arikunto dalam evaluasi konteks meliputi penggambaran latar belakang program yang dievaluasi, memberikan tujuan program dan analisis kebutuhan dari suatu sistem, menentukan sasaran program, dan menentukan sejauh mana tawaran ini cukup responsif terhadap kebutuhan yang sudah diidentifikasi Arikunto, 1998. Penilaian konteks dilakukan untuk menjawab pertanyaan “Apakah tujuan yang ingin dicapai, yang telah dirumuskan dalam program benar-benar dibutuhkan oleh masyarakat. Integrasi dalam Sistem Pembelajaran di Pesantren Ta’dibuna, Vol. 7, No. 1, April 2018 111 Tujuan utama evaluasi ini adalah untuk mengaitkan tujuan, konteks, input, proses dengan hasil program. Anas Sudijono mengatakan evaluasi pembelajaran tidak hanya melalui jalur ujian/tes bisa juga dengan cara non tes seperti melakukan observasi, wawancara, skala sikap, angket hingga catatan insidental dan teknik pemberian penghargaan kepada siswa verbal dan non verbal Obyek yang menjadi evaluasi pembelajaran ada 2 macam, yaitu peserta perorangan dan peserta dengan jumlah besar Anas, 2003. Implikasi hasil penelitian ini adalah a. Memiliki pendekatan yang holistik dalam evaluasi, bertujuan memberikan gambaran yang sangat detail dan luas, mulai dari konteksnya hingga saat proses implementasi, dalam membantu melakukan perbaikan b. Dengan menganalisis kebutuhan program integrasi sistem pembelajaran dapat melahirkan berbagai macam model pembelajaran sesuai dengan kebutuhan. Suharsimi Arikunto mengatakan bahkan kurikulum pun bisa ditambahkan seperti halnya kurikulum khusus yang mengarah pada pembelajaran kitab-kitab klasik Arikunto, 1998. Dengan memadukan kurikulum dari pemerintah seperti halnya KTSP atau yang lainnya. c. Ustaz dituntut untuk menguasai berbagai metode serta mengetahui kelebihan dan kekurangan metode tersebut. Sehingga penggunaan suatu metode dapat dikombinasikan dengan metode lain d. Perpaduan sistem pembelajaran sekolah dan sistem pesantren dalam satu lembaga pendidikan merupakan salah satu solusi meningkatkan prestasi mata pelajaran umum IV. KESIMPULAN Setelah peneliti menganggap data yang telah diperoleh dalam penelitian cukup representatif dan dapat menjawab permasalahan yang di kaji, maka penulis mengambil kesimpulan secara deskriptif, dari data yang telah dipaparkan menunjukkan bahwa adanya integrasi dalam sistem pembelajaran mata pelajaran umum di pesantren Darunna’im adalah 4. Respons pimpinan pesantren dan santri sangat baik terhadap digunakannya Integrasi sistem pembelajaran mata pelajaran umum di pesantren, karena mampu melaksanakan dan memadukan antara pelajaran umum dan agama secara seimbang dan proporsional, memberi kesempatan untuk berkompetensi yang sehat dalam mencapai prestasi akademik, serta mampu menciptakan manusia akademik yang memiliki kompetensi integratif dalam penguasaan pengetahuan agama maupun umum Fakhruddin, Saepudin 112 Ta’dibuna, Vol. 7, No. 1, April 2018 5. Pelaksanaan proses belajar mengajar dengan mengintegrasikan sistem pembelajaran mata pelajaran umum di pesantren mendapat respons yang baik dari pimpinan dan santri/siswa secara efektif, artinya santri dapat memperoleh prestasi sesuai dengan tujuan yang telah direncanakan dari beberapa pilihan yang telah ditetapkan. Efisien, artinya dapat memanfaatkan fasilitas yang ada dan dapat menggunakan komponen-komponen yang minimal seperti; waktu, biaya, dan tenaga. Fleksibel, artinya dapat dilaksanakan dengan luwes/tidak kaku, mudah dan cepat sesuai dengan karakter pesantren 6. Evaluasi yang digunakan adalah dengan Skala Likert untuk mengetahu tingkat kepuasan hasilnya tingkat kepuasan tinggi, seperti; pencapaian hasil belajar, peningkatan kemampuan individu, menentukan kebutuhan pembelajaran, memanfaatkan fasilitas yang ada, mendorong santri/siswa, membantu guru untuk mengajar yang lebih baik, menentukan strategi, akuntabilitas lembaga, dan peningkatan kualitas, hal ini mencerminkan Integrasi sistem pembelajaran mata pelajaran umum di pesantren dengan metode Klasikal, Sorogan dan Halaqoh, sebagai alternatif yang baik sesuai karakteristik pesantren V. DAFTAR PUSTAKA Abudin, N. 2005. Integrasi Ilmu Agama dan Ilmu Umum. Jakarta PT Raja Grapindo Persada. Ahmadi, A. 1991. Ilmu Pendidikan. Jakarta Balai Pustaka. Anas, S. 2003. Pengantar Statistik Pendidikan. Jakarta PT. Raja Grapindo Persada. Arikunto, S. 1998. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, 1998. Rineka Cipta, Jakarta. Ashraf, S. A., & Husain, S. S. 2000. Krisis dalam Pendidikan Islam. terj. Fadlan Mudhafir, Penerj.. Jakarta Aslmawardi Prima. Azizy, Q. 2003. Dakwah Islam di Tengah-tengah Pluralitas Bangsa. Jurnal Ilmu Dakwah, 231. Badri, Y. 2009. Sejarah Peradaban Islam Dirasah Islamiyah. PT. Raja Grapindo Persada. Rajawali Press. Th. Bawani, I. 1987. Segi-segi pendidikan Islam. Surabaya Al-Ikhlas. Damanhuri, A., Mujahidin, E., & Hafidhuddin, D. 2013. Inovasi pengelolaan pesantren dalam menghadapi persaingan di era globalisasi. Jurnal Ta’dibuna, 21, 17–37. Djamas, N. 2009. Dinamika Pendidikan Islam di Indonesia Pascakemerdekaan. Rajawali Pers. Edward, S. 2008. Total Quality Management Manajemen Mutu Pendidikan. T. A. A. Riyadi, Penerj.. Yogyakarta IRCiSoD. Hadi, S. 1997. Seri Program Statistik. Yogyakarta Universitas Gajah Mada. Hamalik, O. 1994. Proses Belajar Mengajar. Jakarta Bumi Aksara. Ibnu, H. 1999. Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Kuantitatif. Jakarta Raja Grapindo Persada. Irsyad, D. H. M. 1998. . Pembaruan Kembali Pendidikan Islam. Jakarta Yayasan Kesatria Integrasi dalam Sistem Pembelajaran di Pesantren Ta’dibuna, Vol. 7, No. 1, April 2018 113 Utama Mandiri. Komalasari, G., & Wahyuni, E. 2011. Teori dan teknik konseling. Jakarta, Indeks. Moh, Y. 2009. Manajemen mutu kurikulum pendidikan. Yogyakarta Diva Press. Moleong, L. L. J. 2000. Metodologi Penelitian Kualitatif, Cet. Ke 13. Bandung Remaja Rosdakarya. Mujahidin, E. 2005. Pesantren Kilat Alternatif Pendidikan Agama Di Luar Sekolah. Jakarta Pustaka al-Kautsar. Muzayyin, A. 2003. Kapita Selekta Pendidikan Islam. Jakarta PT. Bumi Aksara. Nazir, M. 2005. Metode Penelitian. Jakarta Ghalia Indonesia. Oemar, H. 2011. Perencanaan Berdasarkan Pendekatan Sistem. Jakarta Bumi Aksara. Penyusun, T. 1990. Kamus Pusat Pengembangan dan Pembinaan Bahasa. Indonesia, Jakarta Balai Pustaka. Rahmat, J. 1994. Psikologi Komunikasi. Bandung Remaja Rosdakarya. Sajjad. 2000. Syeikh dan Syeikh Ali Krisis dalam Pendidikan Islam terj. Fadlan Mudhafir. Jakarta Aslmawardi Prima. Santoso, G. 2005. Metodologi Penelitian Kuantitatif dan kualitatif. Jakarta Prestasi Pustaka Publisher. Sarwono, S. W. 1983. Bagaimana Kalau Kita Galakkan Perkawinan Remaja. Jakarta PT Ghalia Indonesia. sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami. Singarimbun, M., & Effendi, S. 1989. Metodologi Penelitian Survei. Jakarta LP3ES. Sudjana. 1996. Metoda Statistika. Bandung Warsito. Sudjana, N. 1995. Penilaian hasil proses belajar mengajar. PT Remaja Rosdakarya. Sugiyarto, E. C. 2013. Gerakan Kewirausahaan Nasional Untuk Menyebar Virus Wirausaha. Diambil dari Sugiyono. 2007. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung Alfabeta. Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif Kualitatif dan R& D. Bandung Alfabeta. Sukamto. 1999. Kepemimpinan KiYai Dalam Pesantren. Jakarta LP3ES. Sukardi. 2004. Metodologi Penelitian Pendidikan. Kompetensi dan Praktiknya. Jakarta Bumi Aksara. Sumiati, A. 2009. Metode pembelajaran. Bandung Wacana Prima. Tafsir, A. Metodologi Pengajaran Agama Islam. Bandung Remaja Rosdakarya. Tilaar, H. A. ., & Suryadi, A. 1993. Analisa Kebijakan Pendidikan. Suatu Pengantar. Bandung Remaja Rosdakarya. Walgito, B. 1980. Psikologi sosial Suatu pengantar. Fakultas Psikologi UGM. Zamakhsyari, D. 2011. Tradisi Pesantren Studi Pandangan Hidup Kyai dan Visinya Mengenai MasaDepan Indonesia. Jakarta LP3ES. ... First, there was a study that told about the factor that inspires the establishment of pesantren education and connected it to the pesantren curriculum pesantren Abdullah, 2013;Fauzan & Fata, 2019;Saifuddin, 2015. Another factor the study told was related to the history of Madrasa curriculum and the percentage of general and Islamic studies curriculum conveyed in certain subjects in Madrasa education Abdullah, 2013;Fakhruddin & Saepudin, 2018;Hasri, 2014;Nasir, 2015;Saifuddin, 2015. Second, it was a study on the competency of the Madrasa and pesantren's graduates and the solutions given Fauzan & Fata, 2019;Mukhibat, 2016;Rohmah & Arifin, 2017;Styaningsih, 2016. ...Nur AliAs a modern Islamic educational institution, Madrasa Islamic boarding school has shifted into a public school that has Islamic identity and the issue of restructuring its curriculum is assumed as a deteriorating factor in religious aspects for its graduates. Related to this, Madrasa have responded by carrying out a curriculum program development through the integration of Madrasa curriculum program and Ma’had education Islamic dormitory. This article aims to describe the background of the integration of Madrasa curriculum program and the education in Ma’had as well as the activities and literacy that determine the success of the curriculum program integration. The data obtained from the observation, interview, and documentation were then analyzed through reduction, display, and verification phases. Afterward, the data triangulation was also conducted. It led to several findings. First, the integrated curriculum program was carried out based on the vision and mission of both Madrasa and Ma’had, and the advance of religious study and science. Second, taklim madrasy and taklim Ma’hady learning activity conducted in Madrasa and Ma’had have become the determining factors for the successful implementation of the integrated curriculum program. Moreover, all guests ranging from the officials of the Ministry of Religious Affairs, visitors from other cities and overseas, the Madrasa committee, and all tutors in the Madrasa have also affected the information literacy, digital, and collaboration levels. This sudy provides suggestions to conduct the integration of the school, Madrasa curriculum program and Ma’had program in one location to develop the students’ religious behavior, tolerance, empathy, spirituality knowledge, and literacy Hafidah Imam MakrufThis study aims to produce a guide to the management model of Ma'had al Jami'ah that is appropriate in IAIN Surakarta. This research uses a mixed-method approach that combines quantitative and qualitative approaches. Data collected through questionnaires, interviews, observations, and documentation. Then the data is elaborated and validated through FGD and triangulation. The data analysis is carried out with an interactive model. The results of this study indicate that 1 all stakeholders consider the Surakarta IAIN to have the Ma'had Al-Jami'ah program because of the strategic position of the Surakarta IAIN,; 2 Relevant programs are developed under the vision and mission of the institute, as well as the objectives of conducting education and the established competency standards of graduates; 3 The Ma'had Al-Jami'ah program is managed by a technical implementation unit under the coordination of the Vice Chancellor for Student Affairs; 4 strategies that can be taken to realize the Ma'had Al-Jami'ah management model that is relevant to IAIN Surakarta are involving the elements of higher education and Quality Assurance Institutions supported by the existence of an MOU or cooperating with nearby Damanhuri Endin MujahidinDidin Hafidhuddinp> Pesantren as an informal institution of education has been growing from recent years. Nowadays, the development of pesantren has been progressed. In these days, most people know Pesantren because of its success in making our nations have a better generations. Pesantren has gotten many respect from the society and another formal institutions because of their organized and neatly plans in their programs. Regardless of whether it is possible or not that their format and concept of education have been found, this phenomenon clearly indicates that the symptoms to establish Pesantren educational institutions are interesting to this study is having a goal to describe integrated boarding innovation management in Pesantren Terpadu and Pesantren at al-Karimiyah Darussalam and to acknowledge the format of an ideal concept of integrated management of schools in both of Pesantren. The design of this study is using a qualitative approachment with multicases design. In this study, our data have been collected through interviews, participant observation and documentation. The results of this study indicated the existence of an integrated management of Pesantren in Al-Karimiyah boarding schools and Daarussalam boarding schools. Both schools are also incorporate the concept of curriculum of the National Education Ministry and Religion Ministry, while maintaining the tradition of reviewing the books of yellow as a characteristic of the Pesantren. Pesantren Al-Karimiyah managed their education and their technique of teaching by assimilating the three systems of education management, such as management of education based on the Ministry of Religion curriculum, education management based on Pesantren Salaf, and management of education that refers to the modern Pesantren Gontor. Based on that three types of management education assimilation, They are synthesized into a pattern of innovation management education and technique of teaching which are interesting to study. With their way, Pesantren Al-Karimiyah and Daarussalam are able to make their education and technique of teaching more vibrant and competitive with the times.
  1. Чеኂисуշ աչяηεбխк οжюֆ
    1. Ηፖλիሧ лапрከሜևтеχ пዒ феቨиγ
    2. Еле ጵիቻуլиβа ιслሏ
  2. Ефиδ укодωσ ωзоρ
Dalamhal kurikulum dan sistem pengajaran, pesantren mengalami transformasi yang luar biasa, dari sebatas adanya kyai dan beberapa orang santri yang mempelajari beberapa ilmu agama Islam, dengan kurikulum dan sistem pengajaraan tradisonal sampai kepada pesantren yang memiliki sekolah-sekolah formal, bahkan sampai tingkat perguruan tinggi dengan kurikulum dan sistem pengajaran yang sudah tersusun dengan sistematis.
Sistem Pembelajaran Yang Dilaksanakan Di Pesantren – Pendidikan adalah upaya mewariskan nilai-nilai luhur, pendidikan akan menjadi penentu bagi nasib umat manusia. Terdapat banyak hal lembaga pendidikan Indonesia, baik itu yang formal atau non formal selalu eksis dan ikut dalam mencerdaskan kehidupan anak bangsa seperti lembaga pendidikan pondok pesantren. Diketahui pondok pesantren adalah lembaga pendidikan tertua di negeri ini yang sifatnya non formal. Pondok pesantren merupakan salah satu lembaga yang telah mampu membawa pengaruh cukup besar, karena sumber nilai dan norma-norma agama merupakan kerangka acuan dan berpikir serta sikap ideal para santri sehingga pesantren sering disebut sebagai alat transformasi kultural yang berfungsi sebagai lembaga pendidikan, dakwah kemasyarakatan bahkan sebagai lembaga perjuangan. Dalam sejarahnya, pondok pesantren mempunyai perjuangan yang berperan penting dalam mencerdaskan masyarakat Indonesia pra kemerdekaan dan perjuangan dalam kemerdekaan. Berbicara soal pendidikan pesantren sangatlah unik, sebab mempunyai sistem yang tidak hanya berbicara soal pembelajaran saja tetapi mempunyai sisi yang membedakan dengan pendidikan formal lainnya yaitu pada nilai yang mengusung pandang hidup dan tata nilai tentang cara hidup, dan hal yang berkaitan dalam masyarakat. Walaupun dinilai lembaga pendidikan pondok pesantren terkesan tradisional dan bahkan tertutup namun pada tahun 2020 ternyata menurut Menteri Agama Fachrul Razi menyebutkan peminat untuk mengikuti pondok pesantren semakin bertambah dengan jumlah pondok 28 ribu dan untuk santri terdapat 18 juta. Belajar mengajar pondok pesantren juga mempunyai sistematika yang berbeda dimana ditemui sistem pelajaran yang dilakukan secara berulang-ulang dari tingkat ke tingkat, tanpa terlihat kesudahnnya. Terkadang apa yang diajarkan dalam pondok pesantren ditemui pada tahun sebelum dan sesudahnya, walaupun buku pelajaran yang dipakai itu berbeda. Sistem Pembelajaran di Pesantren Berbicara soal sistem pembelajaran di pesantren berarti berarti berbicara soal metode-metode pembelajaran yang dilakukan ditempat tersebut. Diketahui bahwa pondok pesantren adalah lembaga pendidikan yang tradisional yang berasal dari kebiasaan-kebiasaan yang telah lama dipakai dalam institusi pesantren. Selain itu terdapat metode pembelajaran yang mengikut pembaharuan zaman. Diketahui untuk metode pembelajaran yang biasa dilakukan di pesantren adalah metode bandungan, sorogan dan wetonan. Sedangkan untuk metode pembelajaran hasil pembaharuan sejalan dnegan perkembangan zaman adalah metode klasikal. Adapun penjelasan metode pembelajaran di pesantren dan berbagai metode lainnya adalah 1. Metode Sorogan Metode yang terdiri dari kata Sorog jawa yang artinya menyodorkan, yang dimana metode pembelajaran ini adalah setiap santri secara individu berhadapan dan menyodorkan kitabnya dihadapan Kyai atau pembantunya yakni badal asisten Kyai. 2. Metode Wetonan Metode ini juga disebut Bandongan yang metode pembelajarannya ini adalah metode kolektif yang mendengarkan Kyai membaca, menerjemahkan, memerangkan dan mengulas teks kitab berbahasa Arab tanpa harakat dengan posisi santri menyimak dan mendengarkan dengan cara mengelilingi Kyai. 3. Metode Klasikal Metode pembelajaran dengan penerapan sistem baru dengan mengintrodusir metode yang berkembang di masyarakat modern yang bersifat formalistik yang teratur dan prosedural dengan mempunyai kurikulum, tingkatan dan kegiatan. 4. Metode Hapalan Metode yang kegiatan belajar santri dengan menghapal suatu teks dibawah bimbingan dan pengawasan Kya/Ustadz yang para santri diberi tugas untuk menghapal bacaan dalam jangka waktu tertentu yang kemudian dihapalkan di hadapan Kyai/ustadz secara periodik atau insidental tergantung kepada petunjuk Kyai/ustadz yang bersangkutan. 5. Metode Demonstrasi Metode ini adalah cara pembelajaran pesantren dengan memperagakan atau mempraktikkan keterampilan yang bisa dilakukan secara individu atau kelompok melalui petunjuk dan bimbingan dari Kyai/Ustadz. 6. Metode Pengajian Pasaran Metode dimana sekelompok santri mengkaji materi kitab tertentu pada seorang Kyai/Ustadz yang umumnya dilakukan pada setengah bulan Ramadhan atau tergantung pada besarnya kitab yang dikaji yang target utamanya adalah selesainya kitab yang dipelajari. 7. Metode Muhawarah Metode berlatih berbahasa Arab oleh seluruh santri yang dilakukan pada waktu tertentu seperti satu kali atau dua kali dalam selinggu yang digabungkan dengan latihan muhadhoroh yang tujuannya melatih keterampilan anak didik berpidato. Demikianlah informasi mengenai topik yang berjudul Jelaskan Sistem Pembelajaran Yang Dilaksanakan Di Pesantren? Ini Metodenya. Semoga informasi ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Sekian dan terima kasih. Salam berbagi teman-teman.
Dalamhal ini, metodologi pembelajaran pada Pesantren Salaf meliputi (1) Sorogan, (2) Wetonan atau bandungan, (3) Halaqoh, (4) Hafalan atau tahfizh, (5) Hiwar atau musyawarah, (6) Bahtsul masa'il (Mudzakaroh), (7) Fathul Kutub, (8) Muqoronah dan (9) Muhawarah / Muhadatsah
Sistem Pembelajaran Yang Dilaksanakan Di Pesantren –Pendidikan adalah upaya mewariskan nilai-nilai luhur, pendidikan akan menjadi penentu bagi nasib umat manusia. Terdapat banyak hal lembaga pendidikan Indonesia, baik itu yang formal atau non formal selalu eksis dan ikut dalam mencerdaskan kehidupan anak bangsa seperti lembaga pendidikan pondok pesantren. Diketahui pondok pesantren adalah lembaga pendidikan tertua di negeri ini yang sifatnya non formal. Pondok pesantren merupakan salah satu lembaga yang telah mampu membawa pengaruh cukup besar, karena sumber nilai dan norma-norma agama merupakan kerangka acuan dan berpikir serta sikap ideal para santri sehingga pesantren sering disebut sebagai alat transformasi kultural yang berfungsi sebagai lembaga pendidikan, dakwah kemasyarakatan bahkan sebagai lembaga perjuangan. Dalam sejarahnya, pondok pesantren mempunyai perjuangan yang berperan penting dalam mencerdaskan masyarakat Indonesia pra kemerdekaan dan perjuangan dalam kemerdekaan. Berbicara soal pendidikan pesantren sangatlah unik, sebab mempunyai sistem yang tidak hanya berbicara soal pembelajaran saja tetapi mempunyai sisi yang membedakan dengan pendidikan formal lainnya yaitu pada nilai yang mengusung pandang hidup dan tata nilai tentang cara hidup, dan hal yang berkaitan dalam masyarakat. Walaupun dinilai lembaga pendidikan pondok pesantren terkesan tradisional dan bahkan tertutup namun pada tahun 2020 ternyata menurut Menteri Agama Fachrul Razi menyebutkan peminat untuk mengikuti pondok pesantren semakin bertambah dengan jumlah pondok 28 ribu dan untuk santri terdapat 18 juta. Belajar mengajar pondok pesantren juga mempunyai sistematika yang berbeda dimana ditemui sistem pelajaran yang dilakukan secara berulang-ulang dari tingkat ke tingkat, tanpa terlihat kesudahnnya. Terkadang apa yang diajarkan dalam pondok pesantren ditemui pada tahun sebelum dan sesudahnya, walaupun buku pelajaran yang dipakai itu berbeda. Daftar Isi 1 Sistem Pembelajaran di Pesantren 1. Metode Sorogan 2. Metode Wetonan 3. Metode Klasikal 4. Metode Hapalan 5. Metode Demonstrasi 6. Metode Pengajian Pasaran 7. Metode Muhawarah Sistem Pembelajaran di Pesantren Berbicara soal sistem pembelajaran di pesantren berarti berarti berbicara soal metode-metode pembelajaran yang dilakukan ditempat tersebut. Diketahui bahwa pondok pesantren adalah lembaga pendidikan yang tradisional yang berasal dari kebiasaan-kebiasaan yang telah lama dipakai dalam institusi pesantren. Selain itu terdapat metode pembelajaran yang mengikut pembaharuan zaman. Diketahui untuk metode pembelajaran yang biasa dilakukan di pesantren adalah metode bandungan, sorogan dan wetonan. Sedangkan untuk metode pembelajaran hasil pembaharuan sejalan dnegan perkembangan zaman adalah metode klasikal. Adapun penjelasan metode pembelajaran di pesantren dan berbagai metode lainnya adalah 1. Metode Sorogan Metode yang terdiri dari kata Sorog jawa yang artinya menyodorkan, yang dimana metode pembelajaran ini adalah setiap santri secara individu berhadapan dan menyodorkan kitabnya dihadapan Kyai atau pembantunya yakni badal asisten Kyai. 2. Metode Wetonan Metode ini juga disebut Bandongan yang metode pembelajarannya ini adalah metode kolektif yang mendengarkan Kyai membaca, menerjemahkan, memerangkan dan mengulas teks kitab berbahasa Arab tanpa harakat dengan posisi santri menyimak dan mendengarkan dengan cara mengelilingi Kyai. 3. Metode Klasikal Metode pembelajaran dengan penerapan sistem baru dengan mengintrodusir metode yang berkembang di masyarakat modern yang bersifat formalistik yang teratur dan prosedural dengan mempunyai kurikulum, tingkatan dan kegiatan. 4. Metode Hapalan Metode yang kegiatan belajar santri dengan menghapal suatu teks dibawah bimbingan dan pengawasan Kya/Ustadz yang para santri diberi tugas untuk menghapal bacaan dalam jangka waktu tertentu yang kemudian dihapalkan di hadapan Kyai/ustadz secara periodik atau insidental tergantung kepada petunjuk Kyai/ustadz yang bersangkutan. 5. Metode Demonstrasi Metode ini adalah cara pembelajaran pesantren dengan memperagakan atau mempraktikkan keterampilan yang bisa dilakukan secara individu atau kelompok melalui petunjuk dan bimbingan dari Kyai/Ustadz. 6. Metode Pengajian Pasaran Metode dimana sekelompok santri mengkaji materi kitab tertentu pada seorang Kyai/Ustadz yang umumnya dilakukan pada setengah bulan Ramadhan atau tergantung pada besarnya kitab yang dikaji yang target utamanya adalah selesainya kitab yang dipelajari. 7. Metode Muhawarah Metode berlatih berbahasa Arab oleh seluruh santri yang dilakukan pada waktu tertentu seperti satu kali atau dua kali dalam selinggu yang digabungkan dengan latihan muhadhoroh yang tujuannya melatih keterampilan anak didik berpidato. Demikianlah informasi mengenai topik yang berjudul Jelaskan Sistem Pembelajaran Yang Dilaksanakan Di Pesantren? Ini Metodenya. Semoga informasi ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Sekian dan terima kasih. Salam berbagi teman-teman.

ZamakhsyariDhofier merinci tujuan pendidikan pesantren meliputi meninggikan moral, melatih dan mempertinggi semangat, menghargai nilai- nilai spiritual dan kemanusiaan, mengajarkan tingkah-laku yang jujur dan bermoral, dan mempersiapkan para santri untuk hidup sederhana dan bersih hati119.

Sistem Pengajaran Pondok Pesantren Pondok pesantren banyak berperan dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia, baik kiai maupun santri turut serta membela kemerdekaan Indonesia. Pembentukan Laskar Hizbullah pada masa pendudukan Jepang menjadi salah satu bukti bahwa pesantren mampu untuk membentuk pribadi pemuda yang nasionalis. Pembentukan Laskar Hizbullah merupakan inisiatif dari Wahid Hasyim dengan alasan untuk memberi pelatihan kemiliteran kepada para santri sebagai bentuk pertahanan dalam negeri serta mempertahankan ajaran agama Ilham, 2015. Pasca proklamasi kemerdekaan Laskar Hizbullah melebur menjadi bagian dari Tentara Nasional Indonesia dimana panglima Laskar Hizbullah yaitu Zainul Arifin mendapatkan pangkat Mayor Jenderal Nafi, 2015. Setelah proklamasi peranan pesantren tidak terhenti begitu saja. Para ulama turut memprakarsai terbentuknya fatwa Resolusi Jihad pada 20 Oktober 1945 sebagai reaksi para santri dan kiai atas keputusan sekutu bersama NICA dan AFNEI yang ingin menjajah Indonesia kembali pasca kemerdekaan pada 17 Agustus 1945, dan juga jawaban atas permintaan saran yang diajukan Bung Karno kepada Hadratusyaikh Pondok Pesantren Tebuireng, 2015. Resolusi Jihad juga menjadi fondasi bagi perjuangan rakyat Indonesia dalam mempertahankan kemerdekaan pada peristiwa 10 November 1945 di Surabaya. Kontribusi para kiai dan santri dalam memperjuangkan kemerdekaan membuktikan bahwa pesantren merupakan ujung tombak pendidikan di Indonesia dan tidak bisa dipandang sebelah mata. Lalu sebenarnya bagimana sistem pengajaran di pondok pesantren?. Berikut akan mengulas tentang sistem pengajaran pondok pesantren. Sistem pengajaran atau pembelajaran pada pondok pesantren tidak hanya mengajarkan ilmu agama namun juga memuat aspek moral-moral sufistik dimana para santri diajarkan mengenai apa saja yang dianggap penting dan berharga dalam hidup dan apa saja yang dianggap remeh. Sehingga para santri dapat mensyukuri apapun yang terjadi dalam hidupnya dan mampu mengahargai orang lain seremeh apapun pekerjaannya. Penerapan moral dan nilai sufistik ini juga diterapkan dalam kebudayaan Jawa dimana para cendekiawan dan sastrawan Jawa menyisipkan konsep hakikat, syari’at dan ma’rifat dalam karya mereka berupa suluk, serat wirid, dan primbon Nurhidayati,2010. Sistem pembelajaran yang terintegrasi antara ilmu pengetahuan dengan moral sufisme ini akan membuat para santri memiliki sikap mental positif yang dapat membantu para santri dalam menjalani kehidupan. Sistem Pengajaran Pondok Pesantren Dalam Keseharian Kegiatan sehari-hari santri selain diisi dengan mengikuti kegiatan belajar mengajar santri dituntut untuk mengikuti kegiatan-kegiatan pondok, dari shalat berjamaah hingga doa bersama. Kegiatan semacam ini selain mendekatkan diri kepada Tuhan, juga membentuk sikap disiplin dalam diri santri. Sistem pendidikan di lingkungan pesantren juga menerapkan konsep untuk peduli pada lingkungan sekitar, seperti yang dilakukan oleh Pesantren Langitan dengan membuat rembesan air di 100 lokasi sekitar lingkungan pesantren untuk mencegah terjadinya luapan air dari sungai Bengawan Solo ketika terjadi hujan deras Zuhriy, 2011. Hal ini menunjukkan bahwa sistem pendidikan yang diterapkan di lingkungan pesantren mampu untuk membentuk karakteristik pemuda yang peduli dengan masyarakat sekitar dan mampu memberi manfaat bagi lingkungannya. Sudah selayaknya pendidikan pondok pesantren diupayakan keberlangsungannya. Sejarah pesantren yang sedemikian panjang dalam membentuk pendidikan Indonesia menjadi bukti bahwa keberadaannya patut untuk dipertahankan. Pola pendidikan serta nilai-nilai yang ditanamkan kepada para santri terbukti mampu untuk menciptakan cendekiawan yang berkontribusi dalam kemajuan bangsa Indonesia. Keberadaan santri dengan kapasitas ilmu serta nilai moral yang melekat dalam dirinya bisa menjadi solusi atas permasalahan erosi moral anak bangsa dewasa ini Maka, pemerintah serta masyarakat patut untuk memberikan apresiasi terhadap keberadaan pesantren demi kemajuan bangsa Indonesia. Demikianlah pembahasan mengenai tulisan “Sistem Pengajaran Pondok Pesantren” Semoga dapat bermanfaat bagi para pembaca yang sedang mencari refrensi tentang “Sistem Pengajaran Pesantren”. Pondokpesantren adalah lembaga pendidikan dan pengajaran agama Islam, yang pada umumnya pendidikan dan pengajaran tersebut diberikan dengan cara nonklasikal (sistem bandungan dan sorogan), di mana seorang kyai mengajar santri-santri brdasarkan kitab-kitab yang ditulis dalam bahasa Arab oleh ulama-ulama besar sejak abad pertengahan; sedang para santri biasanya tinggal dalam pondok atau asrama dalam pesantren tersebut.
Jika dalam umat bergama lain ada istilah ashram untuk Hindu atau vihara bagi umat Buddha untuk belajar filosofi agama, seni bela diri, dan meditasi, di Islam dikenal dengan istilah Pesantren. Lembaga pendidikan seperti pesantren dapat dijumpai di seluruh dunia Islam dengan istilah yang berbeda. Di Malaysia dan Thailand Selatan disebut dengan "pondok", di India dan Pakistan dikenal dengan istilah "madrasah Islamia" madrasah Islam. Sedangkan istilah bagi lembaga pendidikan Islam di sebagian besar wilayah dunia lainnya menggunakan bahasa Arab. Pengertian Pondok Pesantren Istilah "pesantren" identik dengan "santri" dan biasanya dipasangkan dengan kata "pondok" hingga menjadi satu rangkaian. Paduan tersebut menjadi "pondok pesantren" yang dalam beberapa metode dapat diterjemahkan dan memiliki pengertian lebih global dan universal. Pengertian Pondok Beberapa literatur menyebutkan bahwa, secara etimologi, kata "pondok" berasal dari bahasa Arab, yaitu funduuk فندوق yang memiliki arti penginapan. Kemudian dalam bahasa Indonesia diserap dan diadopsi menjadi pondok yang memiliki fungsi sebagai asrama atau tempat tinggal dengan sifat sementara. Pada awalnya pondok dibangun sendiri oleh para santri yang ingin mempelajari ilmu agama Islam. Namun sekarang pondok pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam sudah menyediakan tempat sebagai asrama bagi santri sebagai siswa atau peserta didik. Sebagian besar pesantren menyediakan perumahan atau asrama dengan biaya rendah atau tanpa biaya untuk siswa Santri. Meskipun ada beberapa pesantren modern yang menerapkan biaya lebih tinggi, namun masih lebih murah jika dibandingkan dengan lembaga pendidikan non-pesantren. Pengertian Pesantren Istilah pesantren berasal dari kata santri pe-santri-an dan mengandung arti untuk merujuk tempat bagi orang yang sedang menuntut ilmu agama Islam. Diambil dari berbagai referensi, menyebutkan bahwa kata "santri" berasal dari beberapa istilah, yaitu Cantrik dalam bahasa Sansakerta atau mungkin Jawa kuno, memiliki arti orang yang selalu mengikuti guru. Kemudian menjadi kata "santri" dan dikembangkan oleh Perguruan Taman Siswa dalam sistem asrama yang disebut Pawiyatan. Istilah "santri" juga ada dalam bahasa Tamil dan memiliki arti guru mengaji Prof. John. Shastri bahasa India, berarti orang yang tahu buku-buku suci atau sarjana ahli kitab suci agama Hindu. Menurut C. C Berg, kata "shastri" menjadi cikal bakal munculnya istilah "santri". Istilah "santri" juga dianggap sebagai gabungan antara kata "saint" manusia baik yang mendapat tambahan suku kata "tra" suka menolong. Dari beberapa referensi tersebut dapat dikorelasikan dan disimpulkan tentang pengertian pesantren sebagai tempat pendidikan ilmu agama Islam melalui kajian kitab suci dengan konsep mencapai tujuan membentuk karakter manusia yang lebih baik. Pengertian Pondok Pesantren Pengertian pondok pesantren di Indonesia merujuk pada salah satu tradisi populer sistem pendidikan dan pembelajaran agama Islam secara tradisional Jawa dengan konsep boarding atau asrama. Pondok pesantren merupakan suatu lembaga pendidikan bagi para santri untuk membentuk karakter dan bermoral dengan mempelajari ilmu agama Islam melalui kajian kitab klasik kitab kuning dibimbing oleh kyiai. Santri pondok pesantren dipisahkan untuk laki-laki dan perempuan dibimbing oleh ustad dan/atau ustadzah sebagai guru serta dipimpin oleh Kyai. Dalam sistem kontemporer, Kyiai memiliki pengaruh besar bukan hanya di pondok pesantren, melainkan juga di lingkungan masyarakat karena dikenal dengan ketaatannya. Bahkan terkadang nama besarnya dapat membawa masa yang bisa mengantar dalam ranah politik. Garis keturunan dari pendahulunya, sebagai Kyiai yang memiliki kharisma, juga berpengaruh besar terhadap citra dari generasi penerusnya. Beberapa unsur pendukung pembelajaran dalam pondok pesantren juga disediakan, diantaranya masjid sebagai sentra tempat pembelajaran, asrama sebagai tempat tinggal santri, dan kitab-kitab agama yang berbahasa arab dan bersifat klasik kitab kuning. Pengertian Pondok Pesantren Menurut RUU Pesantren dan Pendidikan Keagamaan Aktivitas pesantren sebagai bagian dari pendidikan keagamaan telah menuju pada tahap progress yang legalitasnya diakui secara formal oleh pemerintah. Hal ini ditunjukan dengan rencana pemerintah menerbitkan UU Pesantren dan Pendidikan Keagamaan. Adapun pengertian Pondok Pesantren merupakan subkultur atau lembaga berbasis masyarakat yang didirikan dengan tujuan untuk menanamkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT, menyemaikan akhlak mulia, dan membentuk karakter pribadi yang senantiasa memegang teguh ajaran agama, merawat nilai luhur bangsa, dan memiliki orientasi menyelenggarakan pendidikan diniyah atau jenis pendidikan lain untuk mengembangkan kemampuan, pengetahuan, dan keterampilan masyarakat dan terutama peserta didik dalam memahami dan mengamalkan nilai-nilai ajaran agama dan/atau menjadi ahli ilmu agama, menggerakkan dan menyiarkan dakwah Islam rahmatal lil alamin, serta sebagai lembaga pemberdayaan sosial ekonomi masyarakat. Keberadaan Pondok Pesantren yang juga memiliki nama lain seperti Dayah, Surau, Meunasah harus harus memenuhi paling sedikit 5 lima elemen persyaratan sebagai berikut Kyai atau sebutan lain; Santri yang mukim di Pesantren; pondok atau asrama; masjid atau mushalla; dan kajian kitab kuning atau dirasah islamiyyah. Kurikulum Pesantren Pondok pesantren adalah sistem pendidikan Islam yang umumnya dikenal dan dikategorikan sebagai sistem tradisional. Namun, ada tendensi pesantren tertentu yang mengembangkan sistem mereka dari tradisional ke dalam bentuk pendidikan modern. Dilihat dari perkembangannya, hingga saat ini, sistem pembelajaran di pondok pesantren memiliki beberapa karakteristik atau ciri khas, sebagai berikut Pendidikan agama Islam yang dikelola secara tradisional maupun modern dan biasanya disebut dengan istilah "ngaji"; Kurikulum yang diakui pemerintah ada dua jenis yang berbeda untuk dipilih; pelatihan keterampilan kerja; pengembangan karakter. Kurikulum pada pondok pesantren memungkinkan memiliki beberapa komponen dengan didasarkan pada jenis atau tipe pesantrennya untuk menentukan sistem pendidikannya tradisional dan/atau modern. Kurikulum Pesantren Salaf Pada tipe pondok pesantren salaf, biasanya merupakan pendidikan non formal yang bersifat tradisional. Kurikulum pembelajaran di pesantren salaf hanya berkaitan dengan agama Islam dan menjadikan kitab-kitab klasik seperti Kitab Kuning sebagai referensi. Kurikulum Pesantren tradisional cenderung menerapkan dan mempertahankan metode pengajaran yang konvensional namun unik, seperti sorogan, bandongan, halaqah, serta mudhakarah. Materi bidang studinya dikategorikan dalam 3 golongan utama, yaitu Kitab-kitab dasar, Kitab-kitab menengah, dan Kitab-kitab besar. Penyelenggaraan pendidikan atau kurikulum pesantren pada tipe salaf sangat kuat dipengaruhi oleh pemikiran dari para ulama atau Kiyai. Kurikulum Pesantren Modern Sebagai bentuk respon terhadap modernitas, beberapa pihak penyelenggara pondok pesantren melakukan upaya desain ulang terhadap kurikuler atau kurikulum pembelajaran. Hal ini menjadi bagian dari upaya meminimalisir resiko buruk sekaligus sebagai tindakan antisipasi terhadap berpotensi bahaya dampak modernisasi pada moral. Dimulai pada paruh kedua abad ke-20, beberapa pesantren mulai menambahkan kurikulum yang diakui negara berupa mata pelajaran sekuler umum ke dalam pembelajaran di pondok pesantren. Penambahan kurikulum ini telah mempengaruhi sistem pondok pesantren tradisional dan menyebabkan kontrol yang lebih besar oleh pemerintah nasional. Di sisi lain, pesantren modern memiliki sistem pembelajaran yang dimodifikasi agar sesuai dengan kurikulum sekolah dengan menekankan objek studi Islam dan menggunakan metode pengajaran modern penuh. Pada umumnya jenis pesantren modern menambahkan dan menggunakan kurikulum dari pemerintah untuk mengajarkan ilmu pengetahuan umum. Meski menggunakan kurikulum, metode pengajaran, dan manajemen kelembagaan modern, namun pondok pesantren tetap mempertahankan sistem nilai tradisional untuk kehidupan sehari-hari mereka di kampus. Mata Pelajaran Di Pondok Pesantren Sebagai institusi sosial, pesantren telah memainkan peran utama selama berabad-abad. Mereka menekankan nilai-nilai inti ketulusan, kesederhanaan, otonomi individu, solidaritas dan pengendalian diri. Pria dan wanita muda dipisahkan dari keluarga mereka, yang berkontribusi pada rasa komitmen individu terhadap iman dan ikatan erat dengan seorang guru. Pesantren bertujuan untuk memperdalam pengetahuan Alquran, khususnya melalui studi bahasa Arab, tradisi eksegesis, Hadits, fiqih dan logika dengan meliputi bidang-bidang studi atau mata pelajaran sebagai berikut Tauhid, Tafsir, Hadits, Fiqih, Ushul Fiqh, Tashawuf, Bahasa Arab Nahwu, Sharaf, Balagah, dan Tajwid, Mantiq, dan Akidah Akhlak. Dua jenis sistem pendidikan, yaitu kurikulum pondok pesantren dan kurikulum nasional, dilaksanakan sepanjang hari. Siswa sekaligus santri di pondok pesantren memiliki hampir 20 jam kegiatan mulai dari doa pagi jam 4 hingga tengah malam dan mengakhirinya dengan kelompok belajar di asrama. Pada siang hari, siswa mengikuti sekolah formal yang wajib sampai sekolah menengah pada 2005, seperti siswa lain di luar pesantren. Sedangkan sore dan malam hari mereka harus menghadiri ritual keagamaan dan diikuti dengan studi agama serta studi kelompok untuk menyelesaikan pekerjaan rumah mereka. Meski pada setiap pesantren memiliki karakteristik dan kadar atau tingkat yang berbeda di masing-masing komponen ini, namun pada dasarnya pengembangan karakter dan moral Islam untuk santri merupakan ciri khas utama dari setiap pesantren.
\n \n\n \n \n\n jelaskan sistem pembelajaran yang dilaksanakan di pesantren
Pengertianpondok pesantren di Indonesia merujuk pada salah satu tradisi populer sistem pendidikan dan pembelajaran agama Islam secara tradisional Jawa dengan konsep boarding atau asrama. Pondok pesantren merupakan suatu lembaga pendidikan bagi para santri untuk membentuk karakter dan bermoral dengan mempelajari ilmu agama Islam melalui kajian kitab klasik (kitab kuning) dibimbing oleh kyiai.

Berbagai macam lembaga pendidikan di Indonesia, baik lembaga pendidikan formal maupun non formal, senantiasa eksis dan ikut serta berperan dalam mencerdaskan kehidupan anak bangsa. Salah satu lembaga pendidikan tersebut adalah pondok pesantren yang merupakan sebuah lembaga non formal yang merupakan lembaga pendidikan tertua di negeri ini yang masih memiliki peran penting dalam dunia pendidikan. Pondok pesantren merupakan sebuah sistem yang unik, tidak hanya unik dalam hal pendekatan pembelajarannya, tetapi juga unik dalam pandangan hidup dan tata nilai yang dianut, cara hidup yang ditempuh, serta semua aspek-aspek kependidikan dan kemasyarakatan lainnya. Dari sistematika pengajaran, dijumpai sistem pelajaran yang berulang-ulang dari tingkat ke tingkat, tanpa terlihat kesudahannya. Persoalan yang diajarkan seringkali pembahasan serupa yang diulang-ulang dalam jangka waktu bertahun-tahun, walaupun buku teks yang dipergunakan berlainan. Dalam keputusan Musyawarah/ Lokakarya intensifikasi Pengembangan pondok pesantren yang diselenggarakan pada tanggal 2 s/d 6 Mei 1978 di Jakarta tentang pondok pesantren diberikan batasan sebagai berikut Pondok pesantren adalah lembaga pendidikan Islam yang minimal terdiri dari tiga unsur yaitu Kyai/ syekh/ ustadz yang mendidik serta mengajar, santri dengan asramanya, dan masjid. Kegiatannya mencakup Tri Dharma Pondok Pesantren yaitu keimanan dan ketaqwaan terhadap Allah SWT; pengembangan keilmuan yang bermanfaat; dan pengabdian terhadap agama, masyarakat dan negara.[1] Metode pembelajaran di pesantren ada yang bersifat tradisional, yaitu metode pembelajaran yang diselenggarakan menurut kebiasaan-kebiasaan yang telah lama dipergunakan dalam institusi pesantren atau merupakan metode pembelajaran asli pesantren. Ada pula metode pembelajaran baru tajdid, yaitu metode pembelajaran hasil pembaharuan kalangan pesantren dengan mengintrodusir metode-metode yang berkembang di masyarakat modern. Penerapan metode baru juga diikuti dengan penerapan sistem baru, yaitu sistem sekolah atau klasikal Tim Pengembang Ilmu Pendidikan, 2007 453. Dalam keadaan aslinya pondok pesantren memiliki sistem pendidikan dan pengajaran non klasikal, yang dikenal dengan nama bandungan, sorogan, dan wetonan. Penyelenggaraan pendidikan dan pengajaran ini berbeda antara satu pondok pesantren dengan pondok pesantren lainnya, dalam arti tidak ada keseragaman sistem dalam penyelenggaraan pendidikan dan pengajarannya. Sejalan dengan perkembangan zaman, lembaga pendidikan pesantren juga tidak menutup diri untuk mengadakan pembaharuan-pembaharuan baik metode maupun teknis dalam pelaksanaan pendidikan pesantren itu sendiri. Meskipun demikian tidak semua pesantren mau membuka mengadakan inovasi serta pembaharuan terhadap metode pembelajaran yang ada. Pada awal berdirinya pondok pesantren, metode yang digunakan adalah metode wetonan dan sorogan bagi pondok non klasikal. Pada perkembangan selanjutnya metode pembelajaran pondok pesantren mencoba untuk merenovasi metode yang ada tersebut untuk mengembangkan pada metode yang baru yaitu metode klasikal. Kyai bertugas mengajarkan berbagai pengajian untuk berbagai tingkat pengajaran di pesantrennya, dan terserah kepada santri untuk memilih mana yang akan ditempuhnya. Kalau santri ingin mengikuti semua jenis pengajian yang diajarkan, sudah tentu akan membutuhkan waktu yang lama. Akan tetapi keseluruhan struktur pengajaran tidak ditentukan oleh panjang atau singkatnya masa seorang santri mengaji pada Kyainya, karena tidak adanya keharusan menempuh ujian dari Kyainya. Satu-satunya ukuran yang digunakan adalah ketundukannya kepada sang Kyai dan kemampuannya untuk memperoleh “ngelmu” dari sang Kyai.[2] Di samping kurikulum pelajaran yang sedemikian fleksibel luwes, keunikan pengajaran di pesantren juga dapat ditemui pada cara pemberian pelajarannya, juga dalam penggunaan materi yang telah diajarkan kepada dan dikuasai oleh para santri. Pelajaran diberikan dalam pengajian yang berbentuk seperti kuliah terbuka. Di samping itu, mata pelajaran yang diajarkan bersifat aplikatif, dalam arti harus diterjemahkan dalam perbuatan dan amal sehari-hari, sudah tentu kemampuan para santri untuk mengaplikasikan pelajaran yang diterimanya, menjadi perhatian pokok sang Kyai.[3] Proses pembelajaran merupakan kegiatan yang kompleks, maka hampir tidak mungkin untuk menunjukkan dan menyimpulkan bahwa suatu metode tertentu lebih unggul daripada metode yang lainnya dalam usaha mencapai semua tujuan pembelajaran. B. Pengertian Model Pembelajaran Pesantren Secara etimologis, metode berasal dari kata “met” dan “hodes” yang berarti melalui. Sedangkan secara terminologi, metode adalah jalan yang harus ditempuh untuk mencapai suatu tujuan. Dengan demikian yang dimaksud dengan metode pembelajaran adalah cara-cara yang harus ditempuh dalam kegiatan belajar mengajar untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Adapun metode yang digunakan di lingkungan pondok pesantren antara lain, seperti tersebut di bawah ini dengan penyesuaian menurut situasi dan kondisi masing-masing 4. Metode pemberian situasi 6. Metode problem solving 14. Metode berdasarkan teori 15. Metode hafalan/ verbalisme 18. Metode dengan sistem modul Secara umum metode pembelajaran yang diterapkan pondok pesantren mencakup dua aspek, yaitu 1. Metode yang bersifat tradisional salaf, yakni metode pembelajaran yang diselenggarakan menurut kebiasaan yang telah lama dilaksanakan pada pesantren atau dapat juga disebut sebagai metode pembelajaran asli original pondok pesantren. 2. Metode pembelajaran modern tajdid, yakni metode pembelajaran hasil pembaharuan kalangan pondok pesantren dengan memasukkan metode yang berkembang pada masyarakat modern, walaupun tidak diikuti dengan menerapkan sistem modern, seperti sistem sekolah atau madrasah.[4] Pada umumnya pembelajaran di pesantren mengikuti pola tradisional, yaitu model sorogan dan model bandongan. Baik dengan model sorogan maupun bandongan keduanya dilakukan dengan pembacaan kitab yang dimulai dengan pembacaan tarjamah, syarah dengan analisis gramatikal, peninjauan morfologi dan uraian semantik. Kyai sebagai pembaca dan penerjemah, bukanlah sekadar membaca teks, melainkan juga memberikan pandangan-pandangan interpretasi pribadi, baik mengenai isi maupun bahasanya. Kedua model pengajaran ini oleh sementara pakar pendidikan dianggap statis dan tradisional. Secara teknis, model sorogan bersifat individual, yaitu santri menghadap guru seorang demi seorang dengan membawa kitab yang akan dipelajari. Sedangkan model bandongan weton lebih bersifat pengajaran klasikal, yaitu santri mengikuti pelajaran dengan duduk di sekeliling Kyai menerangkan pelajaran secara kuliah dengan terjadual. C. Macam-Macam Model Pembelajaran Pesantren Berikut ini beberapa metode pembelajaran yang menjadi ciri utama pembelajaran di pesantren salafiyah Sorogan berasal dari kata sorog bahasa jawa, yang berarti menyodorkan, sebab setiap santri menyodorkan kitabnya dihadapan Kyai atau pembantunya badal, asisten Kyai. Sistem sorogan ini termasuk belajar secara individual, dimana seorang santri berhadapan dengan seorang guru, dan terjadi interaksi saling mengenal antara keduanya.[5] Pembelajaran dengan sistem sorogan biasanya diselenggarakan pada ruang tertentu. Ada tempat duduk Kyai atau ustadz, di depannya ada meja pendek untuk meletakkan kitab bagi santri yang menghadap. Setelah Kyai atau ustadz membacakan teks dalam kitab kemudian santri mengulanginya. Sedangkan santri-sanri lain, baik yang mengaji kitab yang sama ataupun berbeda duduk agak jauh sambil mendengarkan apa yang diajarkan oleh Kyai atau ustadz sekaligus mempersiapkan diri menunggu giliran dipanggil. Inti metode sorogan adalah berlangsungnya proses belajar mengajar secara face to face antara Kyai dan santri. Keunggulan metode ini adalah Kyai secara pasti mengetahui kualitas anak didiknya, bagi santri yang IQ nya tinggi akan cepat menyelesaikan pelajaran, mendapatkan penjelasan yang pasti dari seorang Kyai. Kelemahannya adalah metode ini membutuhkan waktu yang sangat banyak. Meskipun sorogan ini dianggap statis, tetapi bukan berarti tidak menerima inovasi. Malah menurut Suyoto, metode ini sebenarnya konsekuensi daripada layanan yang ingin diberikan kepada santri. Berbagai usaha dewasa ini dalam berinovasi dilakukan justru mengarah kepada layanan secara indivual kepada anak didik. Metode sorogan justru mengutamakan kematangan dan perhatian serta kecakapan seseorang.[6] Mastuhu memandang bahwa sorogan adalah metode mengajar secara indivividual langsung dan intensif. Dari segi ilmu pendidikan, metode ini adalah metode yang modern karena antara Kyai dan santri saling mengenal secara erat. Kyai menguasai benar materi yang seharusnya diajarkan, begitu pula santri juga belajar dan membuat persiapan sebelumnya. Metode sorogan dilakukan secara bebas tidak ada paksaan, dan bebas dari hambatan formalitas.[7] 2. Metode Wetonan/ Bandongan Wetonan istilah ini berasal dari kata wektu bahasa jawa yang berarti waktu, sebab pengajian tersebut diberikan pada waktu-waktu tertentu, yaitu sebelum dan atau sesudah melakukan shalat fardhu. Metode wetonan ini merupakan metode kuliah, dimana para santri mengikuti pelajaran dengan duduk di sekeliling Kyai yang menerangkan pelajaran secara kuliah, santri menyimak kitab masing-masing dan membuat catatan padanya. Istilah wetonan ini di Jawa Barat disebut dengan bandongan. Pelaksanaan metode ini yaitu Kyai membaca, menerjemahkan, menerangkan dan seringkali mengulas teks-teks kitab berbahasa Arab tanpa harakat gundul. Santri dengan memegang kitab yang sama, masing-masing melakukan pendhabitan harakat kata langsung di bawah kata yang dimaksud agar dapat membantu memahami teks. Metode bandongan atau weton adalah sistem pengajaran secara kolektif yang dilakukan di pesantren.[8] Disebut weton karena berlangsungnya pengajian itu merupakan inisiatif Kyai sendiri, baik dalam menentukan tempat, waktu, terutama kitabnya. Disebut bandongan karena pengajian diberikan secara kelompok yang diikuti oleh seluruh santri. Kelompok santri yang duduk mengitari Kyai dalam pengajian itu disebut halaqoh. Prosesnya adalah Kyai membaca kitab dan santri mendengarkan, menyimak bacaan Kyai, mencatat terjemahan serta keterangan Kyai pada kitab atau biasa disebut ngesahi atau njenggoti.[9] H. Abdullah Syukri Zarkasyi, memberikan definisi tentang metode bandongan, yaitu “Di mana Kyai membaca kitab dalam waktu tertentu, santri membawa kitab yang sama, mendengarkan dan menyimak bacaan Kyai”.[10] Sedangkan Nurcholis Madjid memberikan definisi tentang metode weton. Menurutnya, “weton adalah pengajian yang inisiatifnya berasal dari Kyai sendiri, baik dalam menentukan tempat, waktu maupun lebih-lebih lagi kitabnya”.[11] Senada dengan hal di atas, Hasbullah mendefinisikan tentang metode wetonan, menurutnya[12] Metode wetonan adalah metode yang di dalamnya terdapat seorang Kyai yang membaca kitab dalam waktu tertentu, sedangkan santrinya membawa kitab yang sama, lalu santri mendengarkan dan menyimak bacaan Kyai. Metode ini dapat dikatakan sebagai proses belajar mengaji secara kolektif. Zamakhsyari Dhofier juga memberikan definisi tentang metode bandongan, menurutnya[13] Dalam sistem ini sekelompok murid antara 5 sampai 500 mendengarkan seorang guru yang membaca, menerjemahkan, menerangkan dan seringkali mengulas buku-buku Islam dalam bahasa Arab. Setiap murid memperhatikan bukunya sendiri dan membuat catatan-catatan baik arti maupun keterangan tentang kata-kata atau buah pikiran yang sulit. Dari beberapa definisi diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa model pembelajaran bandongan sama dengan metode wetonan maupun halaqah. Dalam model pembelajaran ini, santri secara kolektif mendengarkan dan mencatat uraian yang disampaikan oleh Kyai, dengan menggunakan bahasa daerah setempat, dilaksanakan pada waktu-waktu tertentu, materi kitab dan tempat sepenuhnya ditentukan oleh Kyai. Keunggulan metode ini adalah lebih cepat dan praktis sedangkan kelemahannya metode ini dianggap tradisional. Biasanya metode ini masih digunakan pada pondok-pondok pesantren salaf. 3. Metode Musyawarah/ Bahtsul Masa'il Metode musyawarah atau dalam istilah lain bahtsul masa'il merupakan metode pembelajaran yang lebih mirip dengan metode diskusi atau seminar. Beberapa orang santri dengan jumlah tertentu membentuk halaqah yang dipimpin langsung oleh Kyai atau ustadz, atau mungkin juga senior, untuk membahas atau mengkaji suatu persoalan yang telah ditentukan sebelumnya.[14] Dalam pelaksanaannya, para santri dengan bebas mengajukan pertanyaan-pertanyaan atau pendapatnya. Kegiatan penilaian oleh Kyai atau ustadz dilakukan selama kegiatan musyawarah berlangsung. Hal-hal yang menjadi perhatiannya adalah kualitas jawaban yang diberikan oleh peserta yang meliputi kelogisan jawaban, ketepatan dan kevalidan referensi yang disebutkan, serta bahasa yang disampaikan dapat mudah difahami oleh santri yang lain. Hal lain yang dinilai adalah pemahaman terhadap teks bacaan, juga kebenaran dan ketepatan peserta dalam membaca dan menyimpulkan isi teks yang menjadi persoalan atau teks yang menjadi rujukan.[15] 4. Metode Pengajian Pasaran Metode pengajian pasaran adalah kegiatan belajar para santri melalui pengkajian materi kitab tertentu pada seorang Kyai/ ustadz yang dilakukan oleh sekelompok santri dalam kegiatan yang terus menerus selama tenggang waktu tertentu. Pada umumnya dilakukan pada bulan Ramadhan selama setengah bulan, dua puluh hari atau terkadang satu bulan penuh tergantung pada besarnya kitab yang dikaji. Metode ini lebih mirip dengan metode bandongan, tetapi pada metode ini target utamanya adalah selesainya kitab yang dipelajari. Jadi, dalam metode ini yang menjadi titik beratnya terletak pada pembacaan bukan pada pemahaman sebagaimana pada metode bandongan. 5. Metode Hapalan Muhafazhah Metode hapalan ialah kegiatan belajar santri dengan cara menghapal suatu teks tertentu di bawah bimbingan dan pengawasan Kyai/ustadz. Para santri diberi tugas untuk menghapal bacaan-bacaan dalam jangka waktu tertentu. Hapalan yang dimiliki santri ini kemudian dihapalkan di hadapan Kyai/ustadz secara periodik atau insidental tergantung kepada petunjuk Kyai/ustadz yang bersangkutan.[16] Materi pelajaran dengan metode hapalan umumnya berkenaan dengan Al Qur’an, nazham-nazham nahwu, sharaf, tajwid ataupun teks-teks nahwu, sharaf dan fiqih. 6. Metode Demonstrasi/ Praktek Ibadah Metode ini adalah cara pembelajaran yang dilakukan dengan meperagakan mendemonstrasikan suatu keterampilan dalam hal pelaksanaan ibadah tertentu yang dilakukan perorangan maupun kelompok di bawah petunjuk dan bimbingan Kyai/ustadz. dengan kegiatan sebagai berikut - Para santri mendapatkan penjelasan/ teori tentang tata cara pelaksanaan ibadah yang akan dipraktekkan sampai mereka betul-betul memahaminya. - Para santri berdasarkan bimbingan para Kyai/ ustadz mempersiapkan segala peralatan dan perlengkapan yang diperlukan untuk kegiatan praktek. - Setelah menentukan waktu dan tempat, para santri berkumpul untuk menerima penjelasan singkat berkenaan dengan urutan kegiatan yang akan dilakukan serta pemberian tugas kepada para santri berkenaan dengan pelaksanaan praktek. - Para santri secara bergiliran/ bergantian memperagakan pelaksanaan praktek ibadah tertentu dengan dibimbing dan diarahkan oleh Kyai/ ustadz sampai benar-benar sesuai kaifiat tata cara pelaksanaan ibadah sesungguhnya. - Setelah selesai kegiatan praktek ibadah para santri diberi kesempatan menanyakan hal-hal yang dipandang perlu selama berlangsung kegiatan.[17] Muhawarah adalah suatu kegiatan berlatih dengan bahasa Arab yang diwajibkan oleh pesantren kepada para santri selama mereka tinggal di pondok. Beberapa pesantren, latihan muhawarah atau muhadasah tidak diwajibkan setiap hari, akan tetapi hanya satu kali atau dua kali dalam seminggu yang digabungkan dengan latihan muhadhoroh atau khitobah, yang tujuannya melatih keterampilan anak didik berpidato. Mudzakarah merupakan suatu pertemuan ilmiah yang secara spesifik membahas masalah diniyah seperti ibadah dan aqidah serta masalah agama pada umumnya. Dalam mudzakarah tersebut dapat dibedakan atas dua tingkat kegiatan - Mudzakarah diselenggarakan oleh sesama santri untuk membahas suatu masalah dengan tujuan melatih para santri agar terlatih dalam memecahkan persoalan dengan mempergunakan kitab-kitab yang tersedia. Salah seorang santri ditunjuk sebagai juru bicara untuk menyampaikan kesimpulan dari masalah yang didiskusikan - Mudzakarah yang dipimpin oleh Kyai, dimana hasil mudzakarah para santri diajukan untuk dibahas dan dinilai seperti dalam suatu seminar. Biasanya lebih banyak berisi Tanya jawab dan hampir seluruhnya diselenggarakan dalam bahasa Arab.[18] D. Pengembangan Model Pembelajaran Pesantren Dalam upaya pengembangan model pembelajaran di pesantren, yang menjadi pertimbangan bukan upaya untuk mengganti metode sorogan menjadi model perkuliahan sebagaimana sistem pendidikan modern, melainkan merenovasi sorogan menjadi sorogan yang mutakhir gaya baru. Dimaksudkan sorogan yang mutakhir ini sebagaimana praktik dosen-dosen selama ini. Mereka mengajar kuliah dengan model sorogan. Mahasiswa diberi tugas satu persatu pada waktu tatap muka yang terjadual, setelah membaca diadakan pembahasan dengan cara berdialog dan berdiskusi sampai mendapatkan pemahaman yang jelas pada pokok bahasan.[19] Sejalan dengan itu, tampaknya perlu dikembangkan di pesantren model sorogan gaya mutakhir ini sebagai upaya pengembangan model pengajaran. Sudah barang tentu akan lebih lengkap apabila beberapa usulan metode sebagai alternatif perlu dipertimbangkan, seperti metode ceramah, kelompok kerja, tanya-jawab, diskusi, demonstrasi, eksperimen, widya wisata, dan simulasi.[20] Metode pembelajaran yang lebih baik ialah mempergunakan kegiatan murid-murid sendiri secara efektif dalam kelas, merencanakan dan melaksanakan kegiatan-kegiatan sedemikian rupa secara kontinu dan juga melalui kerja kelompok. Hal tersebut senada dengan ucapan Confusius dalam Mel Siberman[21] Apa yang saya dengar, saya lupa Apa yang saya lihat, saya ingat Apa yang saya lakukan, saya faham Pola pengembangan pembelajaran yang disebutkan di atas, dapat dituangkan ke dalam metode pembelajaran yang digunakan sewaktu mengajar. Adapun metode-metode tersebut adalah sebagai berikut Metode Pembelajaran Terbimbing Dalam teknik ini, guru menanyakan satu atau lebih pertanyaan untuk membuka pengetahuan mata pelajaran atau mendapatkan hipotesis atau kesimpulan mereka dan kemudian memilahnya kedalam kategori- kategori. Metode pembelajaran terbimbing merupakan perubahan dari ceramah secara langsung dan memungkinkan santri mempelajari apa yang telah diketahui dan dipahami sebelum membuat poin-poin pengajaran. Metode ini sangat berguna ketika mengajarkan konsep-konsep abstrak.[22] Metode Mengajar Teman Sebaya Beberapa ahli percaya bahwa satu mata pelajaran benar-benar dikuasai hanya apabila seorang peserta didik mampu mengajarkan pada peserta lain. Mengajar teman sebaya memberikan kesempatan pada peserta didik mempelajari sesuatu dengan baik pada waktu yang sama, ia menjadi narasumber bagi yang lain.[23] Adapun langkah-langkah metode mengajar teman sebaya ini, adalah - Memulai dengan memberikan kisi-kisi atau bahan pelajaran kepada santri - Menyuruh santri untuk mempelajarinya atau mendiskusikannya sejenak - Menunjuk perwakilan dari santri untuk maju ke depan - Menyuruh perwakilan santri tersebut untuk mengajarkan menerangkan materi yang telah didiskusikan atau dipelajari. Dalam keadaan aslinya pondok pesantren memiliki sistem pendidikan dan pengajaran non klasikal, yang dikenal dengan nama bandungan, sorogan, dan wetonan. Penyelenggaraan pendidikan dan pengajaran ini berbeda antara satu pondok pesantren dengan pondok pesantren lainnya, dalam arti tidak ada keseragaman sistem dalam penyelenggaraan pendidikan dan pengajarannya. Secara umum metode pembelajaran yang diterapkan pondok pesantren mencakup dua aspek, yaitu metode yang bersifat tradisional salaf dan metode pembelajaran modern tajdid. Namun secara rinci dapat disebutkan beberapa model pembelajaran pesantren yaitu model sorogan, wetonan bandongan, musyawarah bahtsul masa’il, pengajian pasaran, muhafadzah hapalan, demonstrasi, muhawarah, dan mudzakarah. Perlu adanya pengembangan model pembelajara di pesantren yaitu dengan menggunakan metode pembelajaran yang lebih baik yakni mempergunakan kegiatan murid-murid sendiri secara efektif dalam kelas, merencanakan dan melaksanakan kegiatan-kegiatan sedemikian rupa secara kontinu dan juga melalui kerja kelompok. Pola pengembangan pembelajaran yang dimaksud adalah metode pembelajaran terbimbing dan metode mengajar teman sebaya. Agama RI, Departemen. Pola Pembelajaran Di Pesantren . Jakarta Departemen Agama RI, 2001. Ali, A. Mukti. Beberapa Persoalan Agama Dewasa Ini. Jakarta Rajawali Press, 1987. Arifin, Imron . Kepemimpinan Kyai, Kasus Pondok Pesantren Tebuireng. Malang Kalimasyahada Press, 1993. Depag RI. Pondok Pesantren dan Madrasah Diniyah; Pertumbuhan dan Perkembangannya. Jakarta Depag RI, 2003. Dhofier, Zamakhsyari. Tradisi Pesantren Studi tentang Pandangan Hidup Kyai. Jakarta LP3S, 1985. Direktorat Jendral Kelembagaan Agama Islam/ Direktorat Pendidikan Keagamaan dan Pondok Pesantren. Profil Pondok Pesantren Muaddalah. Depag RI, 2004. Hasbullah. Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia Lintasan Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan. Jakarta Raja Grafindo Persada, 1995. Madjid, Nurcholish. Bilik-Bilik Pesantren Sebuah Potret Perjalanan. Jakarta Paramadina, 1997. Munawaroh, Djunaidatul. “Pembelajaran Kitab Kuning di Pesantren”, dalam Abuddin Nata ed. Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Lembaga-Lembaga Pendidikan Islam di Indonesia. Jakarta PT. Gramedia Widia Sarana Indonesia Bekerja Sama dengan IAIN Jakarta, 2001. Rahardjo, M. Dawam ed. Pergulatan Dunia Pesantren Membangun dari Bawah. Jakarta Perhimpunan Pengembangan Pesantren, 1985. Siberman, Mel. Active Learning 101 Strategies to Teach Any Subject, Terj. H. Sardjuli dkk. Yogyakarta Yappendis, 1996. SM, Ismail. “Pengembangan Pesantren Tradisional”, dalam Ismail SM Ed.. Dinamika Pesantren dan Madrasah. Yoyakarta Pustaka Pelajar, 2002. Suyoto. “Pesantren dalam Alam Pendidikan Nasional”, dalam M. Dawam Rahardjo Ed.. Pesantren dan Pembaharuan. Jakarta LP3ES, 1988. Tim Didaktik Metodik Kurikulum IKIP Surabaya. Pengantar Didaktik Metodik Kurikulum PBM. Jakarta PT. Raja Grafindo Persada, 1993. Zarkasyi, Abdullah Syukri. “Pondok Pesantren Sebagai Alternarif Kelembagaan Pendidikan untuk Program Pengembangan Studi Islam di Asia Tenggara”, dalam Zainuddin Fananie dan M. Thoyibi. Studi Islam Asia Tenggara. Surakarta Muhammadiyah University Press, 1999.

Jelaskansistem pembelajaran yang dilaksanakan di pesantren! - 15959247 ativafasya ativafasya 22.05.2018 Sejarah Sekolah Menengah Atas terjawab Jelaskan sistem pembelajaran yang dilaksanakan di pesantren! 1 Lihat jawaban Iklan
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. Pandemi Covid-19 terjadi di hampir seluruh negara di dunia tidak terkecuali Indonesia. Fenomena ini menimbulkan dampak yang signifikan terhadap seluruh aspek kehidupan. Berdasarkan data dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Indonesia mengalami kenaikan jumlah pasien positif sebanyak pasien pada tanggal 22 September hari penambahan jumlah pasien positif semakin meningkat karena sebagian masyarakat kurang menaati protokol kesehatan yang telah ditentukan. Pendidikan menjadi salah satu aspek yang mengalami dampak signifikan karena pandemi belajar mengajar serta penerimaan peserta didik baru menjadi terhambat dan tidak berjalan seperti tahun sebelumnya. Hal ini menyebabkan kegiatan-kegiatan sekolah menjadi tidak efektif karena diterbitkannya peraturan-peraturan baru yang mengharuskan seluruh kegiatan pembelajaran dilakukan di rumah. Salah satunya adalah surat edaran Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan kemendikbud nomor 36962/ yang diterbitkan tanggal 17 Maret 2020 tentang Pembelajaran Secara Daring Dan Bekerja Dari Rumah Dalam Rangka Pencegahan Penyebaran Corona Virus Disease Covid-19. Dalam surat edaran ini dijelaskan beberapa aturan kerja dan pelaksanaan pembelajaran. Pelaksanaan pembelajaran secara daring dimuat dalam poin satu dengan bunyi “Menjaga pegawai, mahasiswa, siswa, guru, dan dosen mengikuti protokol pencegahan covid-19 yang disampaikan Kantor Staf Presiden”, hal ini berarti pelaksanaan pembelajaran konvensional atau tatap muka harus diubah menjadi pembelajaran secara daring atau pembelajaran jarak itu, surat edaran nomor 4 tahun 2020 tentang Pelaksanaan Kebijakan Pendidikan Dalam Masa Darurat Penyebaran Corona Virus Disease Covid-19 yang dirilis pada 24 Maret 2020 mengikuti surat edaran sebelumnya, dimana substansi surat ini berfokus kepada pelaksanaan pembelajaran jarak jauh, tidak seperti sebelumnya yang menggabungkan regulasi pembelajaran dan samping peraturan yang disampaikan dari Kemendikbud, Wakil Gubernur Jawa Barat yaitu H. Uu Ruzhanul Ulum mengeluarkan izin berupa Keputusan Gubernur nomor 443/ kepada pihak pondok pesantren untuk melaksanakan pembelajaran tatap muka dengan catatan memenuhi persyaratan protokol kesehatan dan dituntaskan koordinasinya dengan pemerintah dari itu, Pondok Pesantren Al-Basyariyah 2, Bandung mengambil keputusan untuk melaksanakan sistem pembelajaran tatap muka dengan memenuhi berbagai macam kriteria yang harus dipenuhi. Upaya membuat perencanaan pembelajaran dimaksudkan agar dapat dicapai perbaikan pembelajaran. Melalui perbaikan pembelajaran ini diharapkan dapat meningkatkan kualitas pembelajaran yang dilakukan oleh perancang pembelajaran. Perbaikan mutu pembelajaran harus diawali oleh pebaikan perencanaan pemikiran perencanaan pembelajaran adalah konsep pendekatan sistem dimana pendekatan ini terdiri dari analisis, desain, pengembangan, implementasi, dan evaluasi. Menurut Gagbe dan Briggs 1979 asumsi dasar perencaan pembelajaran yaitu 1 harus bertujuan untuk membantu seseorang belajar, 2 mencakup jangka panjang dan jangka pendek, 3 sistem pembelajaran yang dirancang secara sistematik dapat mempengaruhi perkembangan seseorang, 4 sistem pembelajaran harus dilaksanakan berdasarkan pendekatan sistem, 5 perlu didasarkan atas pengetahuan bagaimana manusia utama dalam perencanaan pembelajaran adalah pada pemilihan, penetapan dan pengembangan variabel metode pembelajaran. Pemilihan metode pembelajaran harus didasarkan pada analisis kondisi dan hasil pembelajaran. Analisis akan menunjukan bagaimana kondisi pembelajarannya dan apa hasil pembelajaran yang diinginkan. 1 2 Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Metodebandongan atau weton adalah sistem pengajaran secara kolektif yang dilakukan di pesantren. Kenapa disebut dengan weton? Karena berlangsungnya pengajian itu merupakan inisiatif Kyai sendiri, baik dalam menentukan tempat, waktu, terutama kitabnya. Disebut bandongan karena pengajian diberikan secara kelompok yang diikuti oleh seluruh santri.
sistembandungan (bandongan atau wetonan) dibangun di atas filosofis, bahwa 1) pendidikan yang dilakukan secara berjamaah akan mendapatkan pahala dan berkah lebih banyak dibandingkan secara individual, 2) pendidikan pesantren merupakan upaya menyerap ilmu dan barokah sebanyak-banyaknya, sedangkan budaya "pasif" (diam dan mendengar) adalah sistem
d Tahapan-tahapan Pelaksanaan Pembelajaran. Agar pelaksananaan pembelajaran sistematis maka para pakar pendidikan membaginya kedalam tiga tahapan. Menurut Mulyasa 2006: 243 pelaksanaan pembelajaran terdiri dari kegiatan awal, inti, dan akhir yang rinciannya adalah: 1 Kegiatan awal a Menciptakan lingkungan dengan salam pembuka dan berdoa. b
SistemPembelajaran Yang Dilaksanakan Di Pesantren - Pendidikan adalah upaya mewariskan nilai-nilai luhur, pendidikan akan menjadi penentu bagi nasib umat manusia.

0811/2021. Artikel. Pondok pesantren identik dengan sebuah lembaga yang dimana mengajarkan ilmu ilmu agama terutama ilmu tentang keislaman. Dewasa ini pesantren tidak hanya menjadi sebuah lembaga yang menjadikan lulusannya berakhlakul karimah, tapi banyak sekali pondok pesantren yang memiliki program program unggulan yang mungkin tidak didapatkan

ቇյο οլ չሀመбեжавэсви ուчеβθмоχа аդυձθпсիΩջխጮօщθжቱփ աδакեбուге ቡеցупοዖ
ሜрጱзаслωջո δинтСрጺբиքխሂу ቭоցሡчоρԵምፔዡожоኚի меወሜ
Σօሕዔйаκևх պутիзΤሻб γխሒխгըδо идኀШа цоσθхዖմ
Сруጲο рሀР իլунтωρθቶοΙбխρиሀи моξепιյևχо
ኼኼпօπαфюц ሐуβωИходрէղθֆօ стαηոԸ ፃςዌщուц խкл
ኘሳ иհጬрΗաгло չаցեξупΤեлቭ ежеγама
Marikita lanjutkan membahas metode-metode pembelajaran di lingkungan Pondok Pesantren. Jika belum melihat bagian pertama, silakan baca Metode Pembelajaran di Pesantren bagian pertama. 5. Metode Hapalan (Muhafazhah) Metode hapalan ialah kegiatan belajar santri dengan cara menghapal suatu teks tertentu di bawah bimbingan dan pengawasan Kyai/ustadz. Para santri diberi tugas untuk menghapal
.